Notification

×

Iklan

Industri Media Terancam Mati, DPR Desak Pemerintah Bertindak

Senin, 19 Mei 2025 | 04:33 WIB Last Updated 2025-05-18T22:53:10Z

Ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Junico Siahaan, anggota Komisi I DPR RI, menilai bahwa industri media saat ini sedang menghadapi masa sulit yang sangat serius, bahkan bisa dikatakan seperti lonceng kematian bagi sektor ini. Ia mengingatkan pemerintah agar tidak hanya diam saja melihat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat akhir-akhir ini.

Nico Siahaan, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa permasalahan ini sebenarnya sudah terlihat sejak beberapa waktu lalu. Pada tahun sebelumnya, Komisi I DPR sudah mendengar laporan terkait penurunan pendapatan yang dialami industri media, khususnya televisi, akibat pergeseran anggaran iklan ke platform media sosial.

Ia mengaku memahami keluhan para pelaku industri, terutama karena saat ini belum ada regulasi yang jelas untuk mengatur pergeseran tersebut.

“Saya bukan menolak kemajuan dunia digital, tapi jika kedua sektor ini hidup berdampingan tanpa aturan yang adil, saya rasa kondisi ini tidak akan berjalan dengan baik,” ujar Nico kepada iNews Media Group pada Sabtu (17/5/2025).

Karena ketidakseimbangan aturan ini, industri media justru menghadapi tekanan besar. Nico pun mempertanyakan keberpihakan pemerintah dalam menyikapi kondisi tersebut.

“Lonceng peringatan sebenarnya sudah berbunyi sejak lama. Kami sudah mengajukan agar hal ini segera diatur,” jelasnya.

Legislator dari PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan. Industri media sendiri selama ini memberikan kontribusi besar bagi negara melalui pajak dan juga membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang.

“Kita harus sadar ini adalah peringatan serius bagi industri televisi. Ini baru gelombang pertama. Kalau pemerintah tidak segera bertindak, gelombang kedua dan ketiga PHK pasti akan terjadi,” tegasnya.

Menurut Nico, langkah awal yang paling mudah dilakukan pemerintah adalah mewajibkan agar anggaran iklan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dialokasikan untuk media massa konvensional. Hal ini bisa diwujudkan dengan mengeluarkan peraturan resmi.

Hal ini penting karena menurut informasi yang diterimanya, anggaran iklan yang mencapai triliunan rupiah saat ini justru lebih banyak mengalir ke media sosial. Padahal, industri media massa sudah lama mengeluhkan menurunnya dana iklan dari pemerintah.

“Saya melihat ini seperti tindakan P3K yang mendesak. Pemerintah harus memindahkan anggaran iklan dari kementerian dan lembaga hanya ke media yang memiliki frekuensi resmi di Indonesia. Jangan lagi ada iklan pemerintah yang dipasang di media sosial,” kata Nico.

Langkah kedua yang juga krusial adalah segera merampungkan revisi Undang-Undang Penyiaran. Menurutnya, regulasi ini harus dibuat secepatnya agar dapat menjamin keberlangsungan industri media yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

Lewat UU Penyiaran tersebut, diharapkan seluruh ketentuan yang mendukung keberlanjutan media dapat diperkuat sehingga menjadi landasan hukum dalam mengatasi masalah yang ada.

“Tujuannya bukan hanya menyelamatkan industri, tapi juga menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari masalah sosial yang mungkin muncul. Jika televisi tidak diselamatkan dengan aturan yang jelas, maka tinggal menunggu waktu sebelum krisis lebih parah terjadi,” ujarnya.

Nico menambahkan, jika PHK terus terjadi tanpa solusi, maka akan berdampak sosial yang lebih besar. “Kalau sudah banyak PHK di industri yang tidak lagi mendapat perlindungan, sulit untuk bangkit kembali,” pungkasnya.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update