Shin Tae Yoong dan Timnas Indonesia Piala AFF (CNN). |
Padang, Rakyatterkini.com - Selesai sudah perjalanan Timnas Indonesia di pentas Piala AFF 2024. Kekalahan 0-1 atas Philipina, memupus semua harapan untuk minimal bertengger di peringkat dua klasemen grup B. Posisi itu dikudeta Filipina.
Apapun alasan yang dikemukakan, yang jelas Timnas yang di
gadang-gadang sangat hebat sejak ditangani pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae
Yoong, ternyata tak lebih baik dibanding dibanding Timnas negara Asean lainnya.
Kekalahan di Stadion Manahan Solo, Sabtu (21/12), adalah
sebuah isyarat kalau Indonesia itu bukanlah super powernya Asia Tenggara. Tim
sekelas Filipina saja bisa mengalahkan. Di hadapan pendukung pula lagi. Lain
halnya kalau yang mengalahkan itu tim sekelas Thailand atau Vietnam, dua
kekuatan Asean yang sudah sering teruji.
Apakah Tae Yoong akan beralasan kalau Piala Asean bukan lah
target? Boleh saja, namun bagi publik sepakbola Tanah Air ini adalah bukti
kalau pelatih dari Negeri Ginseng itu bukan lah segalanya.
Keputusannya untuk
menurunkan pemain muda, seakan-akan Tuhan menunjukan kepada publik Indonesia
kalau mantan pemain Timnas Korea itu bukanlah “pesulap” yang mampu mengubah
kekuatan sebuah timnas.
Lima tahun kebaradaan mantan pelatih Timnas Korea Selatan
itu, bukan tak membuat perubahan sama sekali. Tetapi perubahan itu dalam
bentuk perubahan kualitas instan. Bukan perubahan dalam bentuk karya
dan usahanya sebagai pelatih.
Saya, sejak awal setuju dengan apa yang dikatakan pengamat sepakbola
nasional, Tomi Welly. Sukses Timnas menapak putaran ketiga Pra Piala Dunia,
adalah buah tangan Ketua Umum PSSI Erick Tohir yang memanjakan Tae Yoong dengan
segerobak pemain naturalisasi.
Dari catatan yang ada, paling tidak sudah 10 pemain
naturalisasi yang bermain di Timnas
Indonesia. Itu artinya, sekitar 43 persen dari total Timnas, adalah buah manis yang disuapkan kepada pelatih dari
negara Ras Kuning itu. Buah itulah yang selama ini membuat langkah spektalkuler
Timnas di Pra Piala Dunia dan Piala Asia.
Buktinya, tanpa pemain “asing” berpaspor Indonesia itu, Timnas bukanlah
siapa-siapa. Mayoritas pemain lokal pada Piala Asean 2024, adalah bukti nyata,
tanpa buah manis yang diberikan Erick Tohir kepada Tae Yong, Timnas Indonesia
tetap pahit.
Tanpa maksud memuji Indra Syafri, dalam kaca mata saya
sebagai pengamat sepakbola, Indra jauh lebih mumpuni dibanding Tae Yong.
Ketika tim besutannya kalah, ia berani mengatakan kalau itu adalah
tanggung-jawabnya sebagai pelatih.
Beda dengan pelatih dari Asia Timur itu. Jika timnya kalah
langsung menuding pemain dengan berbagai alasan. Soal sikap mental lah,
kemampuan teknis dan fisik yang kurang dan alasan murahan lainnya. Itu
menggambarkan sikap pelatih egois. Yang hanya bisa menyalahkan tanpa bisa
mambawa perubahan.
Bukan tak menmghargai gelar Piala AFF tahun 2020 dan lolos
ke putaran ketiga Pra Piala dunia, namun semua itu bukanlah Shin Tae Yong
Effect semata. Lebih dominan kepada Erick Tohir Effect dengan karya Naturalisasinya.
Bermodal buah manis Erick Tohir, mungkin cukup dengan
pelatih lokal dengan bayaran murah bisa mencapai prestasi yang sama dengan Si
Korea itu. Tetapi itu pulalah “kebodohan” PSSI sejak dulu kala.
Seabrik
pelatih asing tak membawa perubahan kepada Timnas Indonesia. Mungkin tak harus
sehebat pemain asing, tetapi setidaknya mampu mengimbangi pemain asing dari
negara yang sepakbolanya tak asing lagi.
Nah, kontrak Tae Yong sampai 2027. Artinya lebih kurang tiga
tahun ke depan, ia masih punya hak meneruskan kiprahnya, kalau PSSI tetap
membiarkan kondisi yang terjadi akan
berlanjut. Seperti apa yang disampaikan wakil rakyat di DPR RI, setidaknya
pemain naturalisasi membawa efek kepada peningkatan kualitas pemain lokal Tanah
Air.
Begitu juga pelatih asing, harus memberi nilai tambah kepada kualitas
sepakbola Indonesia dan kualitas pemain lokal Indonesia.
Artinya ada eforia instan yang harus dikurangi. Terutama
tidak lataih dengan pelatih asing tetapi peduli dengan pemain asing
naturalisasi. Berapa banyak, sih, pelatih asing yang digdaya di negara Asia?
Apalagi Asean? (Rra)