Notification

×

Iklan

Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF, Ternyata Shin Tae Yong Bukan Pelatih Hebat

Minggu, 22 Desember 2024 | 09:37 WIB Last Updated 2024-12-22T06:26:08Z

Shin Tae Yoong dan Timnas Indonesia Piala AFF (CNN).

Padang, Rakyatterkini.com -
 Selesai sudah perjalanan Timnas Indonesia di pentas Piala AFF 2024. Kekalahan 0-1 atas Philipina, memupus semua harapan untuk minimal bertengger di peringkat dua klasemen grup B. Posisi itu dikudeta  Filipina.

Apapun alasan yang dikemukakan, yang jelas Timnas yang di gadang-gadang sangat hebat sejak ditangani pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae Yoong, ternyata tak lebih baik dibanding dibanding Timnas negara Asean lainnya.

Kekalahan di Stadion Manahan Solo, Sabtu (21/12), adalah sebuah isyarat kalau Indonesia itu bukanlah super powernya Asia Tenggara. Tim sekelas Filipina saja bisa mengalahkan. Di hadapan pendukung pula lagi. Lain halnya kalau yang mengalahkan itu tim sekelas Thailand atau Vietnam, dua kekuatan Asean yang sudah sering teruji.

Apakah Tae Yoong akan beralasan kalau Piala Asean bukan lah target? Boleh saja, namun bagi publik sepakbola Tanah Air ini adalah bukti kalau pelatih dari Negeri Ginseng itu bukan lah segalanya. 

Keputusannya untuk menurunkan pemain muda, seakan-akan Tuhan menunjukan kepada publik Indonesia kalau mantan pemain Timnas Korea itu bukanlah “pesulap” yang mampu mengubah kekuatan sebuah timnas.

Lima tahun kebaradaan mantan pelatih Timnas Korea Selatan itu, bukan tak membuat perubahan sama sekali. Tetapi perubahan itu dalam bentuk  perubahan kualitas  instan. Bukan perubahan dalam bentuk karya dan usahanya sebagai pelatih.

Saya, sejak awal setuju dengan apa yang dikatakan pengamat sepakbola nasional, Tomi Welly. Sukses Timnas menapak putaran ketiga Pra Piala Dunia, adalah buah tangan Ketua Umum PSSI Erick Tohir yang memanjakan Tae Yoong dengan segerobak pemain naturalisasi.

Dari catatan yang ada, paling tidak sudah 10 pemain naturalisasi yang  bermain di Timnas Indonesia. Itu artinya, sekitar 43 persen dari total Timnas, adalah  buah manis yang disuapkan kepada pelatih dari negara Ras Kuning itu. Buah itulah yang selama ini membuat langkah spektalkuler Timnas di Pra Piala Dunia dan Piala Asia.

Buktinya, tanpa pemain “asing”  berpaspor Indonesia itu, Timnas bukanlah siapa-siapa. Mayoritas pemain lokal pada Piala Asean 2024, adalah bukti nyata, tanpa buah manis yang diberikan Erick Tohir kepada Tae Yong, Timnas Indonesia tetap pahit.

Tanpa maksud memuji Indra Syafri, dalam kaca mata saya sebagai pengamat sepakbola, Indra jauh lebih mumpuni dibanding Tae Yong. Ketika tim besutannya kalah, ia berani mengatakan kalau itu adalah tanggung-jawabnya sebagai pelatih.

Beda dengan pelatih dari Asia Timur itu. Jika timnya kalah langsung menuding pemain dengan berbagai alasan. Soal sikap mental lah, kemampuan teknis dan fisik yang kurang dan alasan murahan lainnya. Itu menggambarkan sikap pelatih egois. Yang hanya bisa menyalahkan tanpa bisa mambawa perubahan.

Bukan tak menmghargai gelar Piala AFF tahun 2020 dan lolos ke putaran ketiga Pra Piala dunia, namun semua itu bukanlah Shin Tae Yong Effect semata. Lebih dominan kepada Erick Tohir Effect dengan karya Naturalisasinya.

Bermodal buah manis Erick Tohir, mungkin cukup dengan pelatih lokal dengan bayaran murah bisa mencapai prestasi yang sama dengan Si Korea  itu. Tetapi itu pulalah “kebodohan” PSSI sejak dulu kala. 

Seabrik pelatih asing tak membawa perubahan kepada Timnas Indonesia. Mungkin tak harus sehebat pemain asing, tetapi setidaknya mampu mengimbangi pemain asing dari negara yang sepakbolanya tak asing lagi.

Nah, kontrak Tae Yong sampai 2027. Artinya lebih kurang tiga tahun ke depan, ia masih punya hak meneruskan kiprahnya, kalau PSSI tetap membiarkan kondisi yang  terjadi akan berlanjut. Seperti apa yang disampaikan wakil rakyat di DPR RI, setidaknya pemain naturalisasi membawa efek kepada peningkatan kualitas pemain lokal Tanah Air. 

Begitu juga pelatih asing, harus memberi nilai tambah kepada kualitas sepakbola Indonesia dan kualitas pemain lokal Indonesia.

Artinya ada eforia instan yang harus dikurangi. Terutama tidak lataih dengan pelatih asing tetapi peduli dengan pemain asing naturalisasi. Berapa banyak, sih, pelatih asing yang digdaya di negara Asia? Apalagi Asean? (Rra)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update