PT Pertamina (Persero). |
Jakarta, Rakyatterkini.com - Mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero), Luhur Budi Djatmiko, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembelian tanah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Penetapan ini dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup untuk mendalaminya lebih lanjut.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, menyatakan keputusan untuk menetapkan Luhur Budi Djatmiko sebagai tersangka diambil setelah dilakukan gelar perkara pada Selasa, 5 November 2024.
"Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri memutuskan untuk menetapkan saudara Luhur Budi Djatmiko (LBD) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah di Kuningan," ujar Arief dalam keterangan persnya, Rabu (6/11/2024).
Pembelian Tanah untuk Gedung Pertamina yang Bermasalah
Kasus ini berawal dari pembelian empat lot tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta, yang dilakukan PT Pertamina pada 2013-2014.
Tanah seluas 48.279 meter persegi tersebut dibeli dengan harga Rp 35 juta per meter persegi, sehingga total transaksi mencapai Rp 1,6 triliun, belum termasuk pajak dan biaya notaris-PPAT.
Tanah tersebut rencananya akan digunakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET), yang akan menjadi perkantoran PT Pertamina dan anak-anak perusahaannya.
Namun, dalam proses pembelian tanah tersebut, diduga telah terjadi penyimpangan yang melanggar hukum dan peraturan yang berlaku. Kombes Arief mengungkapkan penyidik menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam transaksi ini.
"Dalam pembelian tanah ini, kami menemukan bukti adanya tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," jelas Arief.
Kerugian Negara Rp348,7 Miliar
Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan transaksi ini telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan, yaitu sekitar Rp 348,7 miliar.
Sebanyak 84 saksi telah diperiksa, termasuk notaris dan PPAT yang terlibat dalam transaksi, serta lima ahli di bidang hukum dan administrasi negara. Penyidik juga telah menyita 612 dokumen terkait untuk memperkuat pembuktian dalam kasus ini.
Melalui pengukuran dan survei lapangan, serta pemeriksaan terhadap aset yang terkait, kami menemukan bukti yang mengarah pada dugaan tindak pidana yang merugikan negara sebesar Rp348,7 miliar, lanjut Arief.
Tersangka Terancam Hukuman Berat
Luhur Budi Djatmiko kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, Luhur dapat dijatuhi hukuman penjara yang cukup berat.
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan seorang pejabat tinggi di BUMN yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam transaksi pembelian aset negara.
Proses penyidikan kasus ini masih terus berlanjut, dan penetapan tersangka terhadap Luhur Budi Djatmiko dianggap sebagai langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor BUMN. (*)