Notification

×

Iklan

Keterbukaan Informasi Publik di Sumbar, dan Kearifan Lokal

Jumat, 07 Oktober 2022 | 21:57 WIB Last Updated 2022-10-07T14:57:13Z

Oleh: Junir Sikumbang


RAKYATTERKINI.COM - Berbicara tentang keterbukaan informasi, sebenarnya jauh sebelum adanya Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, di Sumatera Barat atau Minangkabau masyarakatnya sudah terkenal demokrasi dalam bernegara.


Hal itu dibuktikan dengan kebiasaan masyarakat Minang yang suka duduk bersama bermusyawarah di Rumah Gadang membicarakan berbagai hal untuk mencari kata mufakat.  


Baik membicarakan tentang adat istiadat, agama, anak kemenakan, bahkan harta pusaka. Membicarakan  Rumah Gadang yang ketirisan (bocor), atau anak gadisnya yang akan melangsungkan pernikahan, dan lain-lain.


Peran penghulu (pimpinan adat) dan ninik mamak di Minangkabau sejak tempo dulu sangatlah penting dalam menjaga keamanan dan kemakmuran kaumnya. 


Segala sesuatu yang akan diurak (dikerjakan) mestilah dimusyawarahkan dengan anak kemenakan (selaku anak muda), alim ulama, bundo kanduang di Rumah Gadang atau 'Rumah Bagonjong'.


Itu pertanda masyarakat Sumatera Barat sejak dulu sudah demokratis dan terbuka. Meski demikian ada ada batas-batasan  tertentu. Masyarakat Minang menyebutnya ada 'biliak ketek' dan 'biliak gadang'. Artinya kamar kecil dan kamar besar.


Tidak semua persoalan anak, kemenakan diumbar dalam rapat ninik mamak di Rumah Gadang, karena kadang-kadang ada aib atau informasi yang bisa merugikan internal kaum tersebut. Begitu juga dalam hal bernegara.


Bukti suka bermusyawarahnya orang Minang tersebut dinukilkannya dalam pepatah :


'Elok Nagari Dek Pangulu,

Rancak Kampuang Dek Nan Tuo

Rami Tapian Dek Nan Mudo,

Rami Musajik Dek Tuanku

Rancak Rumah Dek Bundo Kanduang'.


Makna pepatah ini adalah kebersamaan. Amannya suatu kampung karena pimpinan dan kearifan orang tua. Ramai tepian mandi karena anak muda, ramai masjid karena ahli agama, bagus rumah karena kaum wanita.


Lebih luasnya, segala sesuatu yang akan dikerjakan haruslah melibatkan semua elemen secara musyawarah, karena semuanya memiliki peran masing-masing. Di Minang terkenal dengan peran  Tungku Tigo Sajarangan (ninik mamak, alim ulama, dan  cerdik pandai) yang selalu bersinerji.


Kemudian jika dilihat dalam kondisi Sumatera Barat zaman now ini, diakui memang telah terjadi pergeseran dari masa lampau  ke ke zaman digital.


Contohnya diperhatikan masyarakat Sumatera Barat ketika duduk di lapau atau kedai maka kita lihat orang sudah sibuk dengan 'gadgetnya' masing-masing. Sehingga kadang-kadang komunikasi dua arah sudah berkurang atau tidak saling mempedulikan.


Begitu juga kadang-kadang faktanya di perkantoran pemerintahan. Sedang rapat  atau seminar orang terkadang juga sibuk dengan gadgetnya sendiri.


Oleh karena pergeseran nilai tersebut agar kembali dihidupkan budaya demokrasi dan musyawarah tersebut sebagai kearifan lokal yang terbukti ampuh untuk membangun peradapan dan pemerintahan yang baik.


Sejarah membuktikan, banyak lahir tokoh besar hasil demokrasi Sumbar seperti Bung Hatta (tokoh proklamator), M. Natsir, Agussalim, M. Syahrir (perdana menteri)  Buya Hamka, dan tokoh penting lainnya.


Lalu apa kaitannya kehebatan demokrasi orang Minang dengan keterbukaan Informasi publik?


Artinya, orang minang tersebut terkenal dengan egaliter, (sederajat),  suka demokrasi bermusyawarah tidak membeda-bedakan suku, agama dan golongan, dan kritis. Kearifan lokal budaya Minang dan atau karakter orang Minang tersebut akan menjadi energi positif dalam hal membangun keterbukaan informasi publik untuk membangun kampung halaman.


Lalu, sejak hadirnya UU RI No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Publik, disusul dengan terbentuknya Komisi Informasi Publik (KIP) di Sumatera Barat pada tahun 2014, maka badan-badan publik di Sumbar semakin terbuka dengan masyarakat dan menunjukkan kondisi membaik.


Bak kata berjawab, gayung bersambut. Orang Minang sudah duluan berdemokrasi, dan terbuka. Tentu tidak akan sulit bagi orang Minangkabau menerapkan keterbukaan publik.


Hal itu dibuktikan dengan berbagai layanan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemprov Sumbar maupun OPD Pemkab/Kota, BUMN, BUMD, Sekolah SMA/MAN sederajat, Perguruan Tinggi Negeri/Swasta menggunakan layanan  berbasis digital yang mudah dan cepat diakses masyarakat.


Sesuai dengan amanat Perpres Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Secara umum Indonesia telah mengadopsi beragam inovasi teknologi dalam pelayanan kepada publik yang lebih optimal, efektif dan efesien. 


Inilah yang diterapkan di Sumbar. Buktinya, badan publik sudah memiliki pelayanan terpadu satu pintu berbasis elektronik, maupun Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di daerah.


Mengutip siaran pers Menkominfo RI dalam Silatnas Nasional Badan Publik dan Rakor Komisi Informasi ke-11, di Jakarta, pada  26 Oktober 2020 lalu, tentang Keterbukaan Informasi Publik, "bahwa semua pihak dituntut menyukseskan  inplementasi e-government menuju digital goverment. Dalam hal ini memanfaatkan data dan informasi dalam mengambil kebijakan menjadi prasyarat yang utama".


Pandemi Covid-19 telah merubah prilaku masyarakat dan tata laku pemerintahan. Hasil temuan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) adanya peningkatan penggunaan internet fixed broadband sebesar 28 persen dikuartal tahun kedua tahun 2020. Momentun tersebut menjadi titik dimana transformasi digital nasional maupun daerah menjadi kian mendesak untuk dilakukan.


Artinya, sejak tahun 2016 lalu Indonesia sudah didaulat menjadi negara Open Goverment Leader Organization for Ekonomic Cooperation and Development (OECD). Artinya sebagai budaya pemerintahan yang didasarkan pada transparansi, akuntabilitas dan partisipatif publik yang mendukung pertumbuhan demokrasi secara inklusif.


Kembali ke Sumatera Barat, keterbukaan informasi, di kabupaten/kota daerah ini juga sudah ada PPID yang selalu mendapat penguatan kapasitas  dari KIP Sumbar.


Sebagian keterbukaan informasi itu terlihat melalaui baliho atau majalah dinding sebagian  kantor  pemerintahan nagari di Sumatera Barat, tentang anggaran dan program kerja nagari bersangkutan. 


Sehingga masyarakat jadi tahu tentang anggaran kegiatan dimaksud, sehingga tak menimbulkan praduga negatif, dan bisa diawasi pula oleh masyarakat sebagai bentuk partisipasi publik. 


Akan tetapi tidak semua nagari, OPD Pemkab/Pemko yang transparan mengumumkan anggaran mereka ke publik melalui pamflet di depan kantornya, atau ruang publik.


Pencapaian positif lembaga publik tersebut, tidak terlepas dari peran Komisi Informasi Sumbar yang menjalankan amanat UU No 14  tahun 2008, yang mendorong, mengevaluasi, menilai badan publik. Hingga kini telah berperan dengan sangat baik dalam pemenuhan akses informasi yang akurat, khususnya informasi badan publik.


Sebab pada hakikat  lahirnya UU No 14 tahun 2008 itu adalah dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, transparan dan akuntabel serta memantik  partisipasi mayarakat untuk pembangunan.


Pemerintahan berkeinginan semua pembangunan tersebut juga ikut diawasi oleh masyarakat, bahkan melibatkan masyarakat, sehingga pembanguan tersebut tepat sasaran, efektif dan efesien serta berdaya guna. Menciptakan layanan publik yang prima bebas dari pungli maupun sikap koruptif.


Disatu sisi diakui memang, sejak majunya teknologi informasi, layanan publik di semua OPD atau lembaga negeri atau swasta di Sumbar sudah menggunakan basis berbasis digital/online. 


Ini adalah prestasi dan pertanda baik. Memudahkan dan melancarkan layanan publik kepada masyarakat. Semua pihak harus belajar tidak gaptek  mempergunakan gadgetnya jika ingin tidak ketinggalan dalam berurusan dengan badan publik pemerintahan atau swasta.


Tetapi  disisi lain, pada faktanya belum semua keterbukaan publik itu berjalan sebagaimana mestinya, terutama di daerah kabupaten/kota.


Masih banyak pejabat PPID, OPD,  yang ada di kabupaten/kota masih tertutup terhadap publik maupun media massa tentang transparansi anggarannya, serapan anggaran,  masih takut dikontrol atau dikritik media massa. 


Masih jauh panggang dari api. Masih ada pejabat belum mau menggandeng media massa atau penggiat media sosial. Inilah 'pekerjaan rumah' Komisi Informasi Sumbar untuk terjun ke daerah kab/kota untuk membenahinya.


Mesti tak semua, pejabat  PPID pada OPD Pemkab/kota belum sepenuhnya profesional, masih ada yang belum sepenuhnya terbuka terhadap publik. Inilah dilema yang dihadapi di daerah.


Sehingga belum semua informasi pada suatu OPD tersebut dapat diketahui masyarakat, sehingga tidak merasa diawasi tersebut menimbulkan sikap koruptif bagi penyelenggara negara yang merupakan badan publik.


Cukup banyak terjadi kasus-kasus korupsi pada badan publik yang tidak transparan tersebut, yang menjadikan penyelenggaranya  terjerat pidana korupsi.


Contoh kasusnya terbarunya adalah terjeratnya ASN dan pihak swasta dalam dugaan pusaran korupsi proses lelang dan pengerjaan fisik gedung RSUD Pasaman Barat tahun 2018-2020 dengan 11 orang tersangka oleh pihak kejaksaan negeri setempat yang saat ini dalam proses hukum. 


Ini suatu contoh bukti lemahnya keterbukaan publik, sehingga masyarakat sulit mengawasi, sehingga pengelola badan publik leluasa berbuat koruptif.


Saya  berharap kepada Komisi Informasi Sumbar yang saat ini dipimpin Noval Wiska, agar mengevaluasi pejabat pengelola informasi  di daerah kab/kota di Sumbar, agar keberadan PPID dimaksud tidak hanya sekadar simbol di atas kertas saja, tetapi memiliki komitmen yang membaja dan dalam membangun keterbukaan informasi publik.


Apalagi Sumbar saat ini sudah didukung Perda Nomor: 17 Tahun 2022 tentang Keterbukan Informasi Publik pada 19 Juli 2022 lalu yang telah disahkan DPRD bersama Gubernur Sumbar, beberapa waktu lalu.


Hal ini adalah langkah positif yang harus disambut baik demi keterbukaan informasi publik di Ranah Minang, dengan memanfaatkan kearifan lokal dengan memberdayakan atau peran Tungku Tigo Sajarangan (ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai) tersebut. Sehingga keterbukaan publik tersebut tidak hanya isapan jembol belaka.


Saya berharap, pengawasan Komisi Informasi Sumbar terhadap pejabat PPID kabupaten/kota agar ditingkatkan lagi.


Rekomendasinya, adalah agar dibentuk Komisi Informasi Daerah di tingkat kabupaten/kota di Sumbar dengan mendorong kepala daerah dan DPRD betapa pentingnya keterbukaan publik untuk mewujudkan pemerintahan  yang bersih, transparan dan akuntabel yang juga akan berdampak untuk meningkatkan perekonomian bangsa.


Pendekatan kearifan lokal dengan melibatkan kaum adat Minangkabau dari unsur Tungku Tigo Sajarangan sebagai narasumber ketika penguatan kapasitas terhadap pengelola informasi badan publik di daerah, dan berbagai peran lainnya. 


Peran Tungku Tiga Sajarangan dimaksud diharapkan mampu memperbaiki etika dan moral masyarakat yang sudah tergerus era globalisasi dan digitalisasi. Para kaum adat akan lebih ahli melakukan pendekatan budaya Minangkabau terhadap kaumnya.


Bagi badan publik di Sumbar yang sudah memiliki prestasi tentu tetap diapresiasi, dan mendapat reward agar terus berinovasi sehingga melahirkan ide-ide  baru baru demi terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih, transparan dan akuntabel.


Masukan dan kritikan masyarakat umum atau pun kaum adat melalui badan publik hendaknya jadi pertimbangan bagi Pemprov Sumbar dalam hal ini gubernur dan jajaran dalam menentukan arah kebijakan pembangunan Sumatera Barat ke depannya.


Sehingga setiap pembangunan yang dilaksanakan berdaya guna, efektif, efesien tepat sasaran bagi masyarakat hendaknya.


Semoga KI Sumbar yang diamanahi undang-undang untuk menukangi keterbukaan informasi publik disokong semua elemen masyarakat, termasuk media massa, untuk terus berkomitmen menerobos belenggu tertutupnya sebagian badan publik terhadap masyarakat.  


Silakan terbuka, tapi bukan pula telanjang. Tetap ada bilik kecil dan bilik besarnya, kata orang Minang. Semoga. 


Salam keterbukaan informasi publik.

*penulis wartawan online rakyatterkini.com)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update