Notification

×

Iklan

Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Dinilai Ringankan Beban Petugas TPS, Ketua KPU: Ini Peluang Perbaikan Demokrasi

Rabu, 02 Juli 2025 | 10:08 WIB Last Updated 2025-07-02T03:08:01Z

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, pada diskusi politik.

Jakarta, Rakyatterkini.com — Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal menuai tanggapan positif dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menilai putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 sebagai langkah strategis yang tidak hanya meringankan beban petugas TPS, tapi juga menjadi momen penting untuk menyempurnakan sistem demokrasi elektoral Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Afif saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk Politics & Colleagues Breakfast (PCB) Series #4, dengan tema “Pengaturan Keserentakan Pemilu Dalam Upaya Penguatan Pelembagaan Demokrasi”, yang digelar di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

“Selama ini penggunaan lima kotak suara dalam satu hari pemungutan suara membuat petugas kewalahan. Keputusan MK ini memberi ruang untuk pengelolaan pemilu yang lebih efisien dan manusiawi,” ujar Afif.

Beban Petugas TPS Jadi Sorotan Serius

Afif menggarisbawahi pengalaman pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa petugas TPS mengalami kelelahan fisik dan mental akibat beban kerja yang sangat tinggi. Dari distribusi logistik hingga penghitungan suara yang memakan waktu hingga larut malam, sistem pemilu serentak lima kotak suara dinilai terlalu membebani.

“Bayangkan dalam satu hari, petugas harus melayani pemilih untuk lima jenis surat suara. Beban itu tidak ringan. Kita ingin demokrasi berjalan sehat, tapi pelaksananya kelelahan. Ini yang harus kita perbaiki,” ungkapnya.

Pemisahan Pemilu, Jalan Menuju Penataan Ulang

Putusan MK ini, lanjut Afif, menjadi tonggak penting untuk menghadirkan kepastian hukum dan konsistensi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Tak hanya soal teknis pelaksanaan, tetapi juga menyentuh ranah substansi kelembagaan.

“Dengan pemisahan pemilu nasional dan lokal, kita bisa menata ulang banyak hal: dari penyelarasan nomenklatur kelembagaan, persyaratan penyelenggara, hingga teknis pelaksanaan yang lebih rasional,” jelasnya.

Afif juga menyampaikan KPU telah lebih dulu melakukan langkah preventif dalam penyelenggaraan Pilkada 2024, salah satunya dengan membatasi jumlah pemilih per TPS serta melakukan penggabungan TPS dalam konteks pilkada. Tujuannya tak lain adalah agar beban kerja bisa lebih proporsional dan hasil pemilihan bisa tetap optimal.

Momentum Perbaikan Demokrasi

Lebih dari sekadar efisiensi teknis, Afif menilai bahwa keputusan MK ini membuka ruang pembenahan jangka panjang dalam sistem kepemiluan Indonesia.

“Ini bukan semata soal logistik atau jumlah kotak suara. Ini soal bagaimana demokrasi kita dijalankan dengan cara yang sehat, adil, dan dapat dijalankan oleh manusia, bukan mesin,” tegasnya.

Dengan tagline "KPUMelayani" sebagai semangat dasar, KPU berharap ke depan pelaksanaan pemilu dapat menjadi proses demokrasi yang tidak hanya partisipatif, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan perlindungan terhadap seluruh pihak yang terlibat, terutama penyelenggara di lapangan. (ris1)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update