Jakarta, Rakyatterkini.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon memastikan bahwa anggaran sebesar Rp9 miliar untuk proyek penulisan ulang sejarah Indonesia telah disetujui dan terealisasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Anggaran sebesar itu sudah tersedia dari APBN. Prosesnya sudah selesai dan kami telah melaporkannya ke DPR sekitar tujuh bulan yang lalu saat saya berkunjung,” ujar Fadli di Cibubur, Jawa Barat, Minggu (1/6).
Fadli menegaskan bahwa proyek ini tidak mungkin berjalan tanpa dukungan anggaran yang kini sudah mulai digunakan.
Ia menambahkan, proyek penulisan ulang sejarah tersebut direncanakan untuk dilakukan uji publik pada Juli 2025. Proses ini diharapkan dapat menjadi ajang penting untuk menerima masukan dari berbagai lapisan masyarakat.
“Target kami adalah melakukan uji publik pada bulan Juli,” jelasnya.
Dalam proyek ini, tim yang terlibat cukup besar, terdiri dari 113 penulis, 20 editor untuk setiap jilid, serta tiga editor utama. Mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti sejarah, arkeologi, geografi, dan humaniora, serta mewakili akademisi dari seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.
Fadli menerangkan bahwa buku sejarah baru yang akan disusun mengusung pendekatan inklusif dan berorientasi pada perspektif Indonesia (Indonesia sentris). Materi yang akan dibahas meliputi berbagai periode penting, seperti:
* Awal peradaban Indonesia
* Masa penjajahan
* Perang kemerdekaan
* Era Orde Baru dan reformasi
* Hingga era demokrasi dan pemilu modern
Tujuan utama penulisan ulang sejarah ini adalah untuk memperkaya pengetahuan generasi muda mengenai perjalanan bangsa dengan cara yang lebih representatif dan relevan.
Dalam pertemuan bersama Komisi X DPR RI pada 26 Mei lalu, anggota DPR menekankan pentingnya keterlibatan lebih luas dari berbagai pemangku kepentingan di bidang sejarah agar hasil karya ini bersifat objektif dan mencerminkan ingatan kolektif bangsa.
Selain itu, Komisi X juga mengingatkan Kementerian Kebudayaan untuk meningkatkan sosialisasi dan komunikasi kepada publik agar tidak menimbulkan kesan bahwa sejarah ditulis semata berdasarkan interpretasi tunggal pemerintah.(da*)