Jakarta, Rakyatterkini.com – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menyampaikan dukungannya terhadap proses hukum yang tengah dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun.
Ia menegaskan bahwa keadilan hukum merupakan pilar utama dalam negara demokrasi.
“Saya menghormati dan mendukung penuh jalannya proses hukum ini. Penegakan hukum yang adil dan transparan adalah fondasi dari demokrasi yang sehat,” ujar Nadiem dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Selatan pada Selasa (10/6/2025).
Nadiem juga menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, termasuk memberikan keterangan jika diminta dalam pengusutan kasus tersebut.
“Saya siap berkolaborasi dan mendukung aparat penegak hukum, termasuk memberikan klarifikasi atau keterangan jika diperlukan,” tambahnya.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung telah menaikkan status kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek menjadi tahap penyidikan. Anggaran proyek ini mencapai Rp9,9 triliun dan mencakup program digitalisasi pendidikan dari tahun 2019 hingga 2022. Proses penyidikan resmi dimulai pada 20 Mei 2025.
"Penyidikan atas dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek dari tahun 2019 sampai 2022 telah ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan," jelas Harli, perwakilan Kejagung, pada Selasa (27/5/2025).
Menurut Harli, proyek pengadaan Chromebook dimulai pada 2020 sebagai bagian dari bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung asesmen kompetensi minimum (AKM). Namun, pelaksanaannya menemui hambatan, terutama karena sistem operasi Chrome OS memerlukan koneksi internet, yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
Kajian awal yang dilakukan Pustekom Kemendikbudristek pada 2018–2019 menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook kurang efektif di daerah dengan keterbatasan akses internet. Tim teknis perencana sempat merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows untuk pengadaan berikutnya. Namun, rekomendasi tersebut digantikan oleh kajian baru yang kembali mengutamakan spesifikasi Chrome OS.
Harli menambahkan, ditemukan adanya indikasi rekayasa dalam proses kajian teknis. Tim teknis baru disebut-sebut diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan penggunaan Chromebook, yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
“Ditemukan adanya dugaan persekongkolan yang mengarahkan Tim Teknis untuk menyusun kajian yang berpihak pada penggunaan Chromebook, padahal tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan,” ungkap Harli.(da*)