![]() |
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemerintah menyelenggarakan pendidikan dasar selama sembilan tahun secara gratis di semua sekolah. |
Jakarta, Rakyatterkini.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan dasar gratis selama sembilan tahun di seluruh jenjang sekolah. Keputusan ini berarti bahwa pendidikan gratis harus diterapkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setara, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan ini merupakan hasil pengujian materi terhadap Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pengujian tersebut diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga pemohon individu, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum, yang menyoroti frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
Ketua MK, Suhartoyo, dalam membacakan putusan pada Selasa (27/5/2025), menegaskan, “Pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal di jenjang pendidikan dasar tanpa biaya, baik pada satuan pendidikan yang dikelola pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Meski demikian, MK menjelaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa sekolah atau madrasah swasta tetap diperbolehkan mengenakan biaya penyelenggaraan pendidikan kepada peserta didik atau sumber lain, selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, bantuan pendidikan bagi siswa di sekolah swasta hanya dapat diberikan kepada lembaga yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai regulasi yang ada.
Pertimbangan Hukum MK
Dalam pertimbangannya yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” selama ini hanya diberlakukan untuk sekolah negeri. Pembatasan ini menimbulkan ketidaksetaraan akses pendidikan bagi siswa yang harus menempuh pendidikan di sekolah atau madrasah swasta, karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Menurut MK, negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk memastikan semua anak dapat mengakses pendidikan dasar tanpa hambatan ekonomi atau keterbatasan fasilitas pendidikan. Frasa “tanpa memungut biaya” yang hanya berlaku di sekolah negeri berpotensi menimbulkan diskriminasi, karena siswa yang tidak diterima di sekolah negeri harus menanggung biaya lebih tinggi jika belajar di sekolah swasta.
Sebagai gambaran, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri tingkat SD hanya mampu menampung 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Di jenjang SMP, sekolah negeri menampung 245.977 siswa, dan sekolah swasta menampung 104.525 siswa.
Data ini menunjukkan upaya negara menyediakan pendidikan gratis melalui sekolah negeri, namun kenyataannya banyak siswa harus belajar di sekolah swasta akibat keterbatasan kapasitas. Hal ini menyebabkan mereka harus membayar biaya pendidikan secara mandiri.
Konsepsi Konstitusional dan Pengelolaan Anggaran Pendidikan
MK menilai kondisi tersebut bertentangan dengan amanat Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang tidak membatasi jenis lembaga pendidikan mana yang harus dibiayai oleh negara. Norma konstitusi ini menegaskan kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar, sehingga setiap warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam belajar. Oleh sebab itu, pengertian pendidikan dasar harus mencakup baik lembaga yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat.
Hakim Enny menyatakan, “Norma Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 harus diartikan sebagai kewajiban negara menyediakan pendidikan dasar, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.”
MK juga menggarisbawahi pentingnya pengelolaan dana pendidikan yang adil dan efektif. Negara harus memastikan alokasi anggaran pendidikan tepat sasaran, termasuk bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses sekolah negeri.
Untuk menjamin hak atas pendidikan tanpa diskriminasi, negara wajib memberikan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi mereka yang hanya memiliki opsi bersekolah di sekolah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.(da*)