Notification

×

Iklan

Jembatan Emas Tidak Lagi Dipakai untuk Lalu Lintas Darat

Kamis, 01 Mei 2025 | 15:03 WIB Last Updated 2025-05-01T08:03:00Z

Aktivitas di Pelabuhan Pangkalbalam


Jakarta, Rakyatterkini.com– Akses transportasi laut di Kepulauan Bangka Belitung kini menghadapi hambatan besar akibat pendangkalan alur muara di Pelabuhan Pangkalbalam, Pangkalpinang. Kondisi ini mengakibatkan waktu tunggu kapal yang semakin panjang, yang berdampak pada peningkatan biaya logistik serta potensi gangguan pasokan barang, terutama bahan pokok.

Dalam kunjungan yang dipimpin langsung oleh Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, pada Rabu (30/4/2025), diketahui bahwa kapal yang biasanya menempuh perjalanan dari Sunda Kelapa, Jakarta menuju Bangka dalam waktu 18 hingga 24 jam, kini harus menunggu hingga tujuh hari untuk dapat berlabuh di pelabuhan. "Seperti yang kita dengar bersama, dari Nakhoda kapal, mereka tiba Rabu kemarin, tapi baru bisa masuk pelabuhan nanti malam," ujar Hidayat setelah peninjauan.

Peningkatan waktu tunggu tersebut menyebabkan biaya operasional kapal melonjak tajam.

"Dulu, biaya operasional kapal hanya sekitar Rp 50 juta, kini menjadi Rp 200 juta. Biaya tinggi ini setara dengan yang ada di Papua," kata Hidayat. Menurutnya, situasi ini memperburuk ekonomi biaya tinggi dan berpotensi memicu inflasi akibat keterlambatan distribusi barang, termasuk kebutuhan pokok dan material konstruksi. Sebagai solusi sementara, Hidayat berencana memindahkan kapal-kapal besar ke Pelabuhan Belinyu atau Sadai di Bangka Selatan. "Saya akan mengundang semua pemilik kapal untuk membahas langkah ini agar perekonomian kita tidak terhambat," tambahnya.

Selain memindahkan kapal, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung juga berencana melakukan pengerukan alur muara Pelabuhan Pangkalbalam yang kini mengalami penurunan kedalaman hingga 80 sentimeter dari kedalaman minimal 4 meter. Pendangkalan ini bahkan sempat menyebabkan kapal yang sedang berlabuh terguling. Namun, pengerukan tersebut terkendala oleh masalah pendanaan. "Pengerukan ini membutuhkan biaya sekitar Rp 1 triliun, sedangkan APBD dan APBN tidak tersedia dana untuk itu. Kami akan mengusulkan kapal isap timah untuk membantu pengerukan, sembari mengambil timah yang ada, dan kami akan bekerjasama dengan DPRD untuk membuat aturan terkait ini," jelas Hidayat.

Dalam kesempatan itu, Hidayat juga mengumumkan bahwa Jembatan Emas yang melintas di muara pelabuhan tidak akan lagi digunakan untuk lalu lintas darat. Bagian tengah jembatan akan dibiarkan terbuka untuk kelancaran jalur pelayaran. "Sparepart mesin jembatan sudah tidak ada lagi, kami sudah mencari ke berbagai negara, tapi tak ada yang memproduksinya. Jika jembatan macet dan kapal tak bisa lewat, ekonomi kita bisa terganggu," kata Hidayat. 

Biaya operasional untuk membuka-tutup jembatan mencapai Rp 1,6 miliar per tahun. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi tidak ingin mengambil risiko dengan menginvestasikan waktu dan dana yang besar untuk perbaikan teknologi jembatan. "Selama saya menjabat, bagian tengah jembatan akan tetap dibuka untuk kelancaran pelayaran," tutup Hidayat.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update