Mentawai, Rakyatterkini.com - Perairan Pokai dan Melancan di Kecamatan Siberut Utara, Pulau Simasin, Kabupaten Kepulauan Mentawai, kembali dihebohkan oleh aksi pengeboman ikan yang terjadi pada Rabu, 12 Mei 2025. Insiden tersebut pertama kali disaksikan langsung oleh para nelayan setempat dan sempat terekam dalam sebuah video.
Alijar, salah seorang nelayan di wilayah tersebut, mengirimkan rekaman video kejadian itu kepada aktivis lingkungan asal Sumatera Barat yang dikenal dengan nama Bundo Wati. Ia bersama nelayan lainnya berharap melalui Bundo Wati, permasalahan ini bisa segera mendapat perhatian dan solusi dari pihak berwenang.
“Kami sudah sulit mendapatkan ikan. Laut seolah sepi, karena ikan-ikan banyak yang mati akibat dibom. Kami sempat mencoba mengejar kapal pelaku, tapi mereka melaju sangat cepat. Kami pun takut, jangan-jangan mereka membawa senjata,” ujar para nelayan Simasin dalam keluhannya.
Menanggapi laporan tersebut, Bundo Wati segera mengangkat kasus ini ke publik dan mendorong pemerintah serta aparat terkait untuk bertindak tegas. Ia menyoroti dampak luas dari praktik bom ikan yang tidak hanya mematikan ikan, namun juga menghancurkan ekosistem laut.
“Bukan hanya ikan yang mati, tapi terumbu karang rusak, penyu terancam, bahkan plankton pun ikut musnah. Ini sangat merugikan keberlangsungan hidup laut,” ungkapnya kepada *Infosumbar* pada Senin, 19 Mei 2025, melalui sambungan WhatsApp.
Bundo Wati juga mengungkapkan bahwa kapal yang terlibat dalam aksi pengeboman tersebut diketahui berasal dari luar daerah, yakni dari Sibolga. Dalam kasus lainnya yang juga terjadi di wilayah Mentawai, pelakunya bahkan berasal dari Nias.
Ia menyerukan tindakan nyata dari pemerintah untuk menindak tegas pelaku-pelaku pemboman ikan tersebut. “Kita sudah terlalu lama berkutat di tahap imbauan dan sosialisasi. Sekarang saatnya bertindak. Tangkap dan beri sanksi tegas agar ada efek jera,” tegasnya.
Masalah pengeboman ikan ternyata tidak hanya terjadi di Mentawai. Bundo Wati juga menyoroti praktik serupa di daerah lain seperti Pasaman, penggunaan pukat harimau di Pesisir Selatan, bahkan di kawasan danau.
Ia berharap pemerintah dapat membentuk unit intelijen khusus untuk menangani persoalan ini. Menurutnya, tindakan seperti razia dan patroli yang diumumkan hanya membuat para pelaku berhenti sementara dan akan kembali beraksi setelah keadaan dianggap aman.
“Kalau terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kita akan menghadapi abrasi besar-besaran. Dan lebih buruk lagi, Sumbar bisa kehilangan sumber ikan segar karena populasi ikan habis. Kami mohon, agar pemerintah—terutama Pemkab Mentawai—bersikap tegas terhadap pelaku-pelaku kejahatan laut ini,” pungkas Bundo Wati.(da*)