Tanjungpinang, Rakyatterkini.com – Keberadaan kapal ikan asing berbendera Vietnam di perairan Natuna dan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, telah mengkhawatirkan nelayan setempat. Dua kapal tersebut akhirnya berhasil ditangkap oleh petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada Senin, 14 April lalu. Penangkapan dilakukan karena kedua kapal tersebut melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara, dengan menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan, yaitu pukat harimau.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), dalam konferensi pers di Batam pada Jumat, 18 April, menegaskan komitmen negara untuk menjaga Laut Natuna Utara agar bebas dari praktik illegal fishing. "Kami pastikan negara hadir untuk menjaga laut Natuna Utara bebas dari illegal fishing," ujarnya.
Ipunk menjelaskan bahwa kedua kapal asing, yang masing-masing bernama lambung 936 TS (135 GT) dan 5762 TS (150 GT), terdeteksi oleh Kapal Pengawas ORCA 03 yang dinakhodai Mohammad Ma'ruf. Penangkapan dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 Laut Natuna Utara. Kedua kapal tersebut diketahui menggunakan alat tangkap pukat harimau secara bersamaan, atau yang dikenal dengan sistem pair trawl, yang jelas dilarang di Indonesia.
Penggunaan pukat harimau ini sangat merusak karena tidak hanya menangkap ikan dewasa, tetapi juga ikan-ikan muda, sehingga mengancam keberlanjutan sumber daya ikan dan merusak ekosistem laut. Ipunk menambahkan bahwa meskipun kedua kapal sempat mencoba melarikan diri, kapal ORCA 03 akhirnya berhasil menurunkan Rigid Inflatable Boat (RIB) dan berhasil menahan kedua kapal tersebut.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kedua kapal tersebut membawa sekitar 4.500 kilogram ikan campuran, serta 30 orang anak buah kapal (ABK) yang berkewarganegaraan Vietnam. Ipunk mengungkapkan bahwa potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan akibat penangkapan ini mencapai Rp152,8 miliar, yang terdiri dari hasil tangkapan ikan, kerusakan ekosistem laut, dan kerugian akibat penggunaan alat tangkap ilegal.
Dua kapal Vietnam tersebut diduga melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Perikanan, termasuk Pasal 92, Pasal 26 ayat (1), Pasal 85, dan Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 102, yang telah diubah dalam omnibus law UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, nelayan Natuna dan Anambas telah melaporkan keberadaan kapal ikan asing ini, yang secara diam-diam melakukan penangkapan ikan menggunakan pukat harimau. Nelayan setempat mengaku terganggu oleh aktivitas ilegal ini, yang terjadi pada periode 6 hingga 22 Maret. Menurut Raden, seorang nelayan Natuna, kapal-kapal ikan Vietnam tersebut telah mengganggu area tangkapan mereka. "Di Jakarta disibukkan dengan pagar laut, di Natuna, Laut China Selatan dipagari Kapal Ikan Vietnam," ungkapnya.
Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepri, Distrawandi, juga menerima laporan dari nelayan Natuna dan Anambas terkait maraknya kapal ikan asing yang menggunakan alat tangkap ilegal. Dia mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal tersebut dan siap bekerja sama dengan pemerintah dalam melaporkan pergerakan kapal-kapal ikan asing. "Kami tidak ingin lagi mendengar kapal-kapal tersebut beroperasi. Kami siap menjadi mata dan telinga untuk melapor ke pemerintah agar segera menangkap kapal-kapal ikan asing tersebut," tandasnya.(da*)