![]() |
Pesawat Boeing 737. |
Jakarta, Rakyatterkini.com– Jumlah kecelakaan pesawat di berbagai belahan dunia mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sayangnya, tidak semua penyebab kecelakaan berhasil diungkap atau diselesaikan hingga kini.
Berdasarkan data terbaru, hampir 50% dari 268 kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan parah antara tahun 2018 hingga akhir 2023 belum memiliki laporan investigasi akhir. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
"Ini adalah masalah besar," ujar Kepala Keselamatan IATA, Mark Searle, dalam wawancaranya dengan Reuters pada Jumat (28/2/2025).
Menurutnya, laporan kecelakaan sangat penting untuk dipelajari guna mencegah insiden serupa di masa depan. Salah satu contoh kasus yang masih menggantung adalah kecelakaan pesawat China Eastern yang jatuh di lereng bukit dan menewaskan 132 orang tiga tahun lalu. Hingga kini, keluarga korban masih menunggu kepastian penyebab kecelakaan yang menjadi tragedi udara terburuk di Tiongkok dalam tiga dekade terakhir.
Belakangan ini, kecelakaan fatal di Kazakhstan, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, serta insiden non-fatal di Kanada, semakin menyoroti pentingnya keselamatan penerbangan. Banyak pihak di industri aviasi khawatir karena masih banyak kecelakaan yang belum mendapatkan penyelidikan tuntas.
Keselamatan penerbangan telah menjadi prioritas utama selama beberapa dekade dengan menekankan keterbukaan informasi. Investigasi dilakukan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk memetik pelajaran guna meningkatkan keamanan penerbangan.
Sebagai contoh, posisi penyangga untuk pendaratan darurat terus diperbaiki dari waktu ke waktu berkat hasil investigasi. Salah satu kejadian unik terjadi pada kecelakaan tahun 1976 di New Jersey, di mana seorang penumpang yang mabuk udara selamat karena posisi kepalanya terjepit di antara lututnya.
Selain itu, teknologi anti-tabrakan juga merupakan hasil dari investigasi kecelakaan sebelumnya. Kesadaran untuk tidak mengembangkan jaket pelampung di dalam pesawat dan desain kursi yang lebih aman juga berasal dari temuan investigasi kecelakaan.
Secara aturan, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di bawah naungan PBB menetapkan bahwa laporan awal harus dirilis dalam 30 hari, dan laporan akhir idealnya dalam satu tahun. Namun, kenyataannya, banyak laporan yang belum diterbitkan sesuai standar tersebut.
IATA bersama enam badan penerbangan internasional kini menyerukan peringatan atas lambatnya penyelesaian laporan kecelakaan.
"Saya rasa ada beberapa hal yang sengaja ditahan di tingkat pemerintah karena mereka mungkin tidak ingin informasi tersebut dipublikasikan," ujar Searle.
Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa campur tangan hukum dan keterbatasan sumber daya menjadi hambatan bagi investigasi independen di banyak negara. Perubahan lanskap media sosial pun turut memengaruhi bagaimana publik berinteraksi dan memperoleh informasi mengenai kecelakaan pesawat.(da*)