Notification

×

Iklan

Harga Kelapa Naik, Permintaan Ekspor ke China Jadi Pemicu

Sabtu, 22 Maret 2025 | 02:01 WIB Last Updated 2025-03-21T19:01:00Z

ilustrasi


Jakarta – Harga kelapa bulat di Indonesia mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan bahwa lonjakan harga ini dipicu oleh meningkatnya permintaan ekspor, terutama dari China.  

"Tingginya permintaan ekspor menjadi salah satu faktor utama kenaikan harga kelapa. Selain itu, kebutuhan industri dalam negeri juga cukup besar," ujar Budi saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (21/3/2025).  


"Sekarang kita mengalami kekurangan pasokan kelapa karena banyak yang diekspor ke China," kata Zulhas.  

Akibat meningkatnya ekspor, pasokan dalam negeri mulai berkurang. Di Pasar Senen, harga kelapa bulat yang sebelumnya dijual Rp10.000 per butir kini naik menjadi Rp15.000. Menanggapi kondisi ini, pemerintah berencana melakukan evaluasi dengan melibatkan berbagai pihak terkait.  

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kelapa Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2020, nilai ekspor kelapa mencapai US$9,27 juta, turun menjadi US$7,10 juta pada 2021, lalu kembali naik ke US$10,77 juta pada 2022. Namun, setelah mencapai US$9,38 juta pada 2023, ekspor kembali turun ke US$7,05 juta pada 2024.  

Ekspor kelapa Indonesia ke China juga mengalami pasang surut. Pada 2020, nilai ekspor hanya US$35.180, lalu meningkat menjadi US$140.317 pada 2021, kemudian melonjak ke US$267.842 pada 2022, dan mencapai puncaknya di US$958.689 pada 2023. Namun, pada 2024, angka tersebut menurun menjadi US$683.499.  

Di tengah fluktuasi ekspor Indonesia, Vietnam justru berhasil mencetak rekor dengan ekspor kelapa mencapai US$1,1 miliar pada 2024. Keberhasilan Vietnam didukung oleh perjanjian dagang khusus dengan China, yang memudahkan akses pasar mereka.  

Lebih dari 600 perusahaan di Vietnam terlibat dalam industri pengolahan kelapa, menciptakan ekosistem bisnis yang kuat dan kompetitif. Sepertiga dari produksi kelapa Vietnam telah memenuhi standar organik AS dan Eropa, memungkinkan mereka menembus pasar premium dengan harga lebih tinggi.  

Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan ekspor tradisional tanpa diversifikasi yang signifikan. Tidak adanya perjanjian dagang khusus dengan China membuat akses pasar Indonesia lebih terbatas dibandingkan Vietnam. Selain itu, standar kualitas produk masih menjadi tantangan bagi eksportir kelapa Tanah Air.  

Untuk meningkatkan daya saing, pemerintah perlu mengadopsi strategi baru, termasuk mempercepat negosiasi perjanjian dagang yang lebih menguntungkan dengan China dan negara potensial lainnya. Selain itu, peningkatan standar kualitas dan diversifikasi produk juga harus menjadi fokus utama agar Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mampu menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update