Notification

×

Iklan

Harga Cabai Melonjak, Ibu Rumah Tangga dan Pedagang Warteg Kewalahan

Sabtu, 08 Maret 2025 | 02:00 WIB Last Updated 2025-03-07T19:00:00Z

ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Kenaikan harga cabai yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir memberikan dampak besar bagi ibu rumah tangga dan pelaku usaha kecil, seperti warung makan tegal (Warteg). Mahalnya harga bahan pokok ini tak hanya membebani keuangan, tetapi juga membuat banyak orang harus menyesuaikan pola belanja dan memasak mereka.


Harga cabai rawit merah saat ini mencapai Rp90.000 per kilogram (kg). Meski telah mengalami penurunan dibandingkan lima hari sebelumnya yang sempat menyentuh Rp130.000 per kg, harga ini masih dianggap memberatkan bagi banyak pihak.


Seorang pedagang cabai di Pasar Rumput bernama Didik mengungkapkan bahwa harga cabai rawit merah sudah mengalami penurunan dalam dua hari terakhir. Sementara itu, harga cabai keriting cenderung lebih stabil di kisaran Rp45.000 per kg.


Hal serupa juga disampaikan oleh Jupri, pedagang cabai lainnya, yang mengonfirmasi bahwa harga cabai rawit merah memang berangsur turun setelah sebelumnya sempat melonjak tinggi.

"Harga cabai rawit sekarang Rp90.000 per kg. Justru ini sudah mulai turun. Turunnya baru kemarin. Lima hari lalu sempat Rp130.000 per kg," ujar Jupri.


Dampak bagi Konsumen

Bagi konsumen, lonjakan harga cabai ini sangat berpengaruh terhadap pengeluaran sehari-hari. Yeti, seorang ibu rumah tangga, mengungkapkan bahwa kenaikan harga cabai cukup mengganggu anggaran belanja keluarganya. Apalagi, suaminya adalah penggemar berat sambal dan selalu membeli cabai rawit merah, yang sering disebut "cabai jablay."


"Maunya sih harganya stabil saja. Kalau terlalu murah, kasihan petani. Tapi kalau terlalu mahal, ibu rumah tangga seperti saya juga kesulitan. Apalagi suami saya doyan sambal, jadi harus tetap beli cabai rawit merah," ungkapnya.


Saat harga cabai melonjak di atas Rp100.000 per kg, Yeti pun terpaksa mengubah menu masakan di rumah.


"Kalau sudah mahal begini ya akhirnya nggak beli. Apalagi kalau sudah di atas Rp100.000 per kg. Masa mau makan sambal doang? Mending uangnya dipakai untuk beli bahan lain," keluhnya.


Namun, karena suaminya tidak bisa makan tanpa sambal, mereka tetap membeli cabai meskipun harga sedang tinggi.


"Pernah waktu harganya Rp120.000 per kg, tetap dibeli juga. Kalau saya sih lebih memilih pakai saus saja kalau harga cabai sedang mahal. Jadi, masaknya yang cocok dimakan pakai saus, seperti ayam goreng," tambahnya.


Strategi Pedagang Warteg

Tak hanya ibu rumah tangga, para pedagang makanan juga terdampak. Eni, pemilik warteg di kawasan Menteng, mengaku harus mengatur ulang penggunaan cabai agar tidak merugi. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi porsi sambal yang diberikan kepada pelanggan.


"Ya pasti saya kurangi sambalnya. Bukan berarti rugi, tapi kalau tetap kasih banyak, keuntungan saya jadi berkurang," ujarnya.


Namun, pengurangan porsi sambal ini membuat beberapa pelanggan kurang puas.


"Banyak pelanggan yang suka sambal. Kadang ada yang mengambil banyak atau minta tambah. Jadi kalau ditanya repot atau tidak? Ya repot banget," tambahnya.


Untuk menyiasati harga cabai yang tinggi, Eni juga mencoba mengganti jenis cabai dalam masakannya.


"Biasanya saya pakai cabai rawit merah dan cabai merah besar masing-masing satu kilogram untuk sehari. Tapi kalau harga mahal begini, cabai rawitnya dikurangi, diganti lebih banyak cabai keriting. Yang penting tetap ada sambal, walaupun rasanya jadi kurang pedas," jelasnya.


Meskipun harga cabai mulai turun, banyak konsumen masih menganggapnya terlalu mahal. Baik ibu rumah tangga maupun pelaku usaha kecil berharap harga cabai bisa lebih stabil, sehingga mereka tidak terus-menerus harus memutar otak dalam menyiasati anggaran belanja.(da*)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update