Notification

×

Iklan

AS Kurangi Dukungan, Posisi Ukraina Melemah?

Sabtu, 22 Februari 2025 | 16:22 WIB Last Updated 2025-02-22T09:22:00Z

Foto Kolase Presiden Rusia, Vladimir Putin, Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy.


Jakarta – Konflik antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung hingga saat ini. Namun, mulai muncul indikasi melemahnya posisi Kyiv, terutama setelah Amerika Serikat (AS), sebagai pendukung utama, mulai mengurangi intervensinya dalam perang tersebut.


Serangan skala besar Rusia ke wilayah timur Ukraina atau Donbass dimulai pada 24 Februari 2024. Moskow berdalih bahwa serangan ini bertujuan untuk melindungi warga etnis Rusia yang berada di wilayah tersebut dari diskriminasi yang diduga dilakukan oleh rezim Kyiv, serta menanggapi rencana Ukraina untuk bergabung dengan aliansi pertahanan NATO.


Hingga saat ini, pertempuran terus berlanjut. Berikut adalah perkembangan terbaru sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (21/2/2025):

1. Zelensky Diduga Menipu Trump?

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dituding telah memberikan informasi menyesatkan kepada mantan Presiden AS, Donald Trump, terkait sumber daya mineral Ukraina. Kyiv disebut-sebut menjadikan cadangan mineralnya sebagai jaminan untuk mendapatkan bantuan senjata dari Washington dalam perang melawan Rusia.


Mengutip laporan Russia Today, Zelensky mengklaim bahwa Ukraina memiliki cadangan titanium terbesar di Eropa. Sementara itu, Perdana Menteri Ukraina, Denis Shmigal, menyebut bahwa negaranya memiliki 22 dari 30 mineral yang dikategorikan sebagai sumber daya penting oleh Uni Eropa.


Namun, klaim ini dibantah oleh anggota parlemen Ukraina, Artyom Dmitruk. Ia menegaskan bahwa pernyataan Zelensky tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.


"Sumber daya ini berada di wilayah yang saat ini menjadi zona pertempuran. Selain itu, tidak ada kepastian mengenai biaya dan kelayakan penambangan dalam skala besar," ujarnya.


2. AS Hentikan Penjualan Senjata ke Ukraina

Amerika Serikat dilaporkan telah menangguhkan penjualan senjata ke Ukraina. Informasi ini disampaikan oleh anggota parlemen Ukraina, Roman Kostenko, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komite Pertahanan Verkhovna Rada.


Sejak awal konflik, AS menjadi pemasok utama bantuan militer bagi Ukraina, baik dalam bentuk pengiriman senjata maupun dukungan finansial. Namun, saat ini, beberapa perusahaan pertahanan AS menahan pengiriman senjata karena belum adanya keputusan lebih lanjut dari Washington.


Penundaan ini juga dikaitkan dengan upaya pemulihan hubungan antara AS dan Rusia, yang baru-baru ini mengadakan perundingan tingkat tinggi pertama mereka dalam tiga tahun terakhir di Arab Saudi.


3. Potensi Gencatan Senjata

Kepala Direktorat Intelijen Utama Ukraina (HUR), Kirill Budanov, menyebutkan bahwa kemungkinan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina bisa terjadi tahun ini, meskipun posisi kedua belah pihak masih berseberangan.


"Meski terdapat perbedaan yang signifikan, saya yakin kita bisa mencapai kesepakatan gencatan senjata tahun ini. Namun, seberapa lama dan efektifnya kesepakatan ini masih menjadi pertanyaan," ujar Budanov.


Sebelumnya, beredar laporan bahwa Budanov dalam rapat tertutup di parlemen mengatakan Ukraina mungkin tidak akan mampu bertahan tanpa adanya perundingan dengan Rusia pada musim panas mendatang. Namun, pernyataan ini telah dibantah oleh HUR.

4. Hubungan Trump dan Putin Menghangat

Kremlin memberikan sinyal dukungan kepada Donald Trump dalam perbedaan pandangan yang muncul antara AS dan Ukraina. Rusia juga mengkritik pernyataan Presiden Zelensky yang dinilai tidak dapat diterima terhadap para pemimpin dunia.


Menurut juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, peringkat popularitas Zelensky mengalami penurunan, sementara hubungan Washington dan Kyiv tampak semakin merenggang.


Pernyataan ini muncul setelah Trump menyebut Zelensky sebagai "diktator" dan mempertanyakan tingkat popularitasnya, yang menurut jajak pendapat di Ukraina masih berada di atas 50%.


5. Trump Beri Ultimatum ke Eropa?

Donald Trump dikabarkan memberikan batas waktu tiga minggu kepada negara-negara Eropa untuk menerima syarat-syarat tertentu dalam penyelesaian perang Ukraina.


Anggota Parlemen Eropa dari Finlandia, Mika Aaltola, dalam unggahannya di media sosial X, menyebut bahwa AS memberi waktu tiga minggu kepada Eropa untuk menyetujui persyaratan perdamaian Ukraina. Jika tidak, AS akan menarik diri dari Eropa.


Meskipun pernyataan ini belum dikonfirmasi oleh Gedung Putih, langkah tersebut menandai kemungkinan perubahan kebijakan AS dalam mendukung Ukraina.

6. AS Tolak Resolusi PBB

Amerika Serikat menolak menjadi sponsor dalam rancangan resolusi PBB yang memperingati tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina. Sikap ini dianggap sebagai perubahan besar dalam pendekatan AS terhadap konflik tersebut.


Menurut sumber diplomatik yang dikutip Reuters, Washington juga menolak penggunaan istilah "agresi Rusia" dalam pernyataan resmi negara-negara G7, yang sebelumnya selalu muncul dalam dokumen sejak 2022.


Langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sekutu Ukraina, karena menunjukkan kemungkinan melemahnya dukungan AS terhadap Kyiv di panggung internasional.

7. Popularitas Zelensky Menurun

Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa jika pemilihan presiden di Ukraina digelar saat ini, Volodymyr Zelensky kemungkinan akan kalah dari mantan Panglima Militer Ukraina, Valery Zaluzhny

.

Menurut data yang dirilis The Economist, jika Zaluzhny mencalonkan diri dalam pemilu, ia berpotensi memperoleh dukungan hingga 65%, sementara Zelensky hanya mendapat sekitar 30%.


Hasil ini menunjukkan ketidakpuasan yang semakin meningkat terhadap kepemimpinan Zelensky, yang popularitasnya sebelumnya mencapai lebih dari 90% pada awal konflik di tahun 2022.



Berita ini telah disusun ulang dengan bahasa yang berbeda agar tidak plagiat, namun tetap mempertahankan inti informasi dari laporan aslinya.(DA*)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update