Hardimen Koto, Sang Inspirator dan Guru Jurnalist Olahraga. |
Padang, Rakyetterkini.com — Pulang Shalat Subuh di masjid komplek tempat saya tinggal, saya melanjutkan dengan joging sarung. Artinya tanpa pulang dulu ke rumah. Masih bersarung dan peci plus sajadah kecil di bahu. Lebih kurang setengah jam, baru pulang, untuk minum air putih hangat.
Setelah itu baru mengambil handphone. Yang pertama dibuka adalah whatsapp. Di barisan paling atas terlihat titik biru grup Veteraners. Ada kalimat duka dari beberapa kawan. Lalu saya skrol ke atas, mencari kabar awal tantang duka tersebut.
Innalillah. Saya kaget, terkejut, lalu saya termenung beberapa saat. Memory otak saya me-review masa-masa indah bersama sosok dalam kabar duka tersebut. Ya, Almarhum Hardimen Koto, yang akrab di sapa kawan-kawan HK, adalah teman sekantor ketika masih bekerja di Harian Singgalang.
Beliau Redaktur Olahraga. Sementara saya memulai karir kewartawanan di Harian Singgalang sebagai sebagai reporter magang di halaman Padang Kota Tercinta, yang digawangi almarhum Edi Suardi alias Mak Etek. Mak Etek adalah guru pertama saya menjadi wartawan.
Empat tahun kemudian, kebersamaan saya bersama Mak Etek harus berakhir. Saya dimutasi pimpinan ke liputan olahraga. Tepatnya tahun 1990. Itulah awal kebersamaan saya dengan HK. Sebagai junior dalam liputan olahraga.
Sebagai wartawan otodidak, saya memang harus banyak belajar dalam liputan maupun penulisan berita-berita olahraga. Beberapa media Olaharaga yang terbit di Jakarta, seperti Tribun, Bola dan Gema Olahraga (GO) menjadi media langganan yang saya beli setiap kali terbit di beberapa tempat pengecer koran . Dua media terakhir yang saya sebut menjadi pelabuhan saya dalam berkarir di dunia olahraga.
Lebih kurang tujuh tahun kebersamaan di liputan olahraga bersama rekan Tun Akhyar, banyak suka dan duka yang dilalui.
Pernah suatu hari, saya membuat berita tentang kejuaraan sepak takraw. Beberapa buah foto, saya gunting dan ditempel di kertas lain menjadi satu. Lalu, bersama berita yang sudah diketik, saya serahkan ke HK sebagai redaktur.
Ia tak melihat dan membaca berita yang diserahkan. Tapi mengambil foto yang sudah diedit manual. Empat foto menjadi satu. Lalu saya di suruh duduk di depan mejanya.
“Yos, Da Men paling tidak suka foto yang diedit sepereti ini. Cukup satu foto saja yang bagus. Lain kali jangan diulang ya…”
Nasehat HK yang disampaikan ke saya, nyaris tak didengar oleh kawan-kawan yang lain. Ia tak ingin mempermalukan saya di hadapan kawan lain akan sebuah kesalahan. Hal itu menjadi kenangan indah dalam perjalanan karir saya sebagai wartawan olahraga.
Waktu terus berjalan. Saya mulai terbiasa dengan kemauan HK sebagai Redaktur Olahraga. Dalam beberapa liputan sebauh iven atau turnamen, saya selalu dimasukan dalam tim liputan, seperti Porda, Sepakbola Piala Walikota, Galatama dan lainnya. Meski baru sekelas Sumbar.
Satu lagi kenangan yang tak pernah saya lupakan selama bersama di Harian Singgalang. Kala itu berlangsung turnamen Sepakbola Piala Walikota. Setiap pegelaran iven tersebut, panita pelaksana selalu memilih media liputan terbaik. Bersamaan dengan penutupan turnamen, diumumkan media mana yang menjadi pemenang.
Sebelum turnamen dimulai, HK sudah merancang halaman olahraga dengan liputan khusus Piala Walikota. Adan pre view, review, catatan dan serba serbi. Yang terakhir ini menjadi bagian utama saya disamping ikut membantu berita pre view bersama Tun Akhyar. Rancangan HK inilah yang selalu mengantar Harian Singgalang menjadi terbaik dalam setiap gelaran Piala Walikota.
Tetapi yang menjadi kenangan buat saya adalah saat menerima piala sebagai media dengan liputan terbaik. HK menyuruh saya menerima piala dari Walikota. Kemduian dimuat berita dan fotonya di Harian Singgalang dengan teks, Wartawan Olahraga Junior Singgalang menerima Piala sebagai Liputan Terbaik Piala Walikota.
Namun kebersamaan kami di redaksi olahraga tak berlangsung lama. HK hijrak ke Jakarta dan bergabung dengan Tabloid Bola, Kompas Grup. Saya tetap di Singgalang bersama Tun Akhyar. Lalu bergabung Luna Agustin yang kini menjadi wartawan di Pekanbaru Riau.
Akhir 1995, HK eksodus bersama beberapa rekan lainnya untuk mendirikan media olahraga baru, yang berlakangan menjadi kompetitor BOLA. Di bawah Bendera Grup Bakrie, bersama Senior Sondang Meliala, Nirwan Bakrie, M. Niagara, Bramono, Atal S Depari, Aba Mardjani, mendirikan Media Olahraga dengan nama Gema Olahraga dan dikenal dengan GO.
Dua tahun GO berjalan, HK pulang ke Padang untuk urusan keluarganya. Ia menelpon saya untuk bertemu. Saya dijemput di Balaikota Padang dengan mobil Toyota Yaris warna merah. Lalu kami berkeliling kota Padang. Ia membawa kamera. Mampir di lapangan IKIP Air Tawar melihat tim Pra PON Sumbar latihan di bawah komando Jhon Arwandi. Lanjut ke Indarung, melihat Tim Galamatama Semen Padang berlatih di lapangan Cubadak.
Hari beranjak sore dan matahari mulai memerah. Tibalah saat untuk berpisah. Saya di antar ke dekat terminal Pasarraya. Tapi sebelum saya turun dari mobilnya, ia berkata; “Yos, mau bergabung jo Da Men, di GO…?”
Spontan saya jawab; Mau! Kejadian itu, tahun 1996.Saya lupa tanggal dan bulannya. Lalu, ia berkata, “kalau yos mau, magang dulu selama tiga bulan. Kirim saja berita-berita yang bernuansa nasional,” mintanya.
Sejak itu, diam-diam saya mulai mengirim berita ke GO. Saya diberikan kode berita CK-04. Dengan tetap bekerja seperti biasa di Harian Singgalang. Belum cukup tiga bulan, saya diminta bergabung dengan calon koresponden lainnya di Jakarta untuk liputan PON.
Lalu saya meminta cuti. Tapi di tolak oleh Uda Amiruddin yang kala itu menjadi Kabag Personailia. Uda Amir menanyakan kenapa cuti. Saya bilang mau ke Jakarta menghadiri pernikahan keponakan. Tapi Uda Amir tetap menolak, dengan alasan tak ada oran di olahraga, karena Tun Akhyar akan meliput PON di Jakarta.
Saya ngotot ke Uda Amir. Lalu beliau mengatakan, “kalau Yos tetap ngotot, tau sendirikan sanksinya?”
“Tidak apa-apa Da. Saya harus pergi. Paling juga diberhentikan,” kata saya ke Uda Amir. Tapi sebelum saya ngotot itu, saya sudah dijanjikan HK untuk menjadi koresponden difinitif di GO. Akhirnya saya tetap ke Jakarta untuk liputan PON bersama GO.
Pulang dari Jakarta, saya dipanggil Almarhum Darlis Syofyan sebagai Wakil Pmimpin Perusahaan. Kesimpulannya, saya diberhentikan. Dan saya menerima pemberhentian itu. Namun Uda Bas sebagai Pemimpin Umum belum tau kabar itu.
Belakangan saya di panggil Uda Bas, menanyakan kenapa saya minta berhenti. Beberapa hari kemudian surat resmi pmberhentian saya keluar dan langusng sata fax ke GO. Besoknya, nama saya langsung ke luar di boks redaksi GO sebagai Koresponden Sumbar.
Setahun berikutnya saya kembali dipanggil ke Jakarta untuk liputan SEA Games 1977. Semuanya sudah berjalan lancar. Tapi ada satu kenangan lagi dengan HK. Usai penutupan Sea Games, dan esoknya semua koresponden kembali ke daerah masing-masing.
Sebelum berpisah, manajemen perusahaan mengadakan malam perpisahan dan sekalian syukuran usai liputan SEA Games. Kami di ajak ke sebuah tempat karaoke di kawasan Kebayoran Lama. Saya masih ingat namanya, Bon Bon Karaoke.
Sebelum turun dari kantor di jalan Fatmawati menuju Bon Bon, saya dipanggil HK ke ruangannya. “Yos, silahkan ikut gabung dengan kawan-kawan ke Karaoke. Tapi Ingat satu pesan Da Men; Jangan main perempuan,” pesannya.
Itulah siuntai kenangan panjang saya bersama HK. Saya di GO sampai media itu tutup 2007. Terakhir saya bersama BOLA sampai tutup pula 2018 silam.
Selamat Jalan Senior, Guru dan Inspirator saya, Uda HK. Semoga Allah menempat uda HK di sisiNya. Amin. (Rizal Rajo Alam)