Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi di lokasi bencana. |
Padang, Rakyatterkini.com — Provinsi Sumatera Barat, yang dikenal sebagai daerah dengan risiko bencana tinggi, terus memfokuskan upayanya dalam mitigasi bencana dan pengurangan dampak.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, menekankan meskipun bencana sulit diprediksi, langkah-langkah pencegahan dapat mengurangi risiko yang dihadapi masyarakat.
"Kita tidak bisa meramalkan kapan bencana akan terjadi, tetapi kita bisa berupaya mengurangi risikonya. Penting bagi masyarakat untuk terus diberikan pemahaman dan pengetahuan tentang bencana," kata Gubernur Mahyeldi saat konferensi pers di Padang, Kamis (12/9/2024).
Gubernur Mahyeldi mengingatkan menghadapi bencana, masyarakat harus tetap tenang dan tahu tindakan yang harus dilakukan untuk meminimalisir korban, baik korban jiwa maupun kerugian materi.
Dalam beberapa waktu terakhir, berita mengenai potensi gempa dan tsunami akibat megathrust Mentawai di Siberut Utara semakin sering muncul.
Gubernur menjelaskan informasi tersebut sudah lama dipublikasikan dan masyarakat diimbau untuk tidak terlalu panik. Fokus seharusnya adalah pada kesiapsiagaan, karena hingga saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi belum dapat memprediksi dengan pasti kapan gempa berpotensi tsunami akan terjadi.
Sumatera Barat tidak hanya menghadapi ancaman gempa dan tsunami. Daerah ini juga rentan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk angin kencang, longsor, banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir bandang, dan abrasi pantai. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan BPBD Sumbar dari 2014 hingga 2022, terdapat 6.274 kejadian bencana di seluruh kabupaten/kota di Sumbar.
"Setiap kabupaten/kota memiliki skala bencana yang berbeda sesuai dengan kondisi geografisnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap daerah untuk memiliki peta bencana dan fokus pada mitigasi sesuai dengan potensi bencana yang sering terjadi di wilayahnya," jelas Gubernur Mahyeldi.
Untuk mengurangi dampak bencana, Pemprov Sumbar melalui BPBD rutin melakukan berbagai kegiatan mitigasi. Ini termasuk simulasi bencana, pengadaan Early Warning System (EWS) yang mencakup sistem inklusi untuk penyandang disabilitas, serta penyediaan Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan jalur evakuasi.
Kalaksa BPBD Sumbar, Rudy Rinaldy, menjelaskan energi dari gempa megathrust Mentawai saat ini masih terkunci. Untuk itu, BPBD Sumbar terus memperkuat langkah-langkah kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, terutama di pesisir pantai Samudera Hindia.
Saat ini, terdapat 62 selter yang tersebar di sepanjang wilayah pesisir Sumbar untuk evakuasi saat terjadi bencana.
Selter tersebut terletak di bangunan tinggi seperti masjid, sekolah, hotel, dan perkantoran. Selain itu, BPBD Sumbar juga memasang 42 unit EWS di enam kabupaten/kota pesisir (kecuali Mentawai) dan sedang mempersiapkan tambahan 300 EWS, termasuk sistem inklusi.
Rudy Rinaldy juga mengungkapkan pembuatan garis biru batas aman tsunami sudah dilakukan di beberapa titik di Kota Padang, sebagai panduan bagi masyarakat mengenai zona aman dari tsunami.
Simulasi bencana dan pelatihan kesiapsiagaan terus dilakukan untuk memastikan masyarakat siap menghadapi bencana. "Latihan ini harus menjadi bagian dari budaya dan pembelajaran seumur hidup, karena kita tidak bisa memprediksi kapan bencana akan terjadi," tambah Rudy.
Untuk program Desa Tangguh Bencana (Destana), pelatihan telah selesai dilakukan di 12 nagari dari Pesisir Selatan dan Padang Pariaman. Sertifikat pelatihan diberikan dengan penilaian ketangguhan yang meningkat setelah pelatihan.
"Pelatihan ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi dan memulihkan diri dari bencana. Ini bagian dari upaya kami untuk memperkuat mitigasi bencana di Sumbar," tutup Rudy Rinaldy. (adpsb)