Notification

×

Iklan

Tiang Listrik Hancurkan Harapan Nabila, 13 Tahun Hidup dengan Lampu Togok

Kamis, 16 Maret 2023 | 15:45 WIB Last Updated 2023-03-16T08:45:38Z

Nabila dan adiknya belajar dengan lampu togok (teplok).

Pdg.Pariaman, Rakyatterkini.com - Sedih...iba, melihat keadaan keluarga ini. Di saat berkilaunya Padang Pariaman, ternyata masih ada warga yang tinggal tanpa listrik hingga bertahun-tahun. 

Selama 13 tahun keluarga di Korong Gumali Bukik Jariang, Nagari Guguak Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau-Padang Pariaman ini hidup mengunakan lampu togok (teplok).

Rumah tanpa listrik itu ditinggali oleh Rasib bersama istrinya, dan dua anak yang masih duduk dibangku sekolah tingkat atas. 

Rasib bercerita, sudah 13 tahun ia bersama istri dan dua anaknya hidup di rumah yang sederhana itu. Ketika malam menjelang, cahaya dari teplok jadi harapan.

Pun demikian, jika harus hidup tanpa 'bantuan' listrik, bagi Rasip tak mengapa. Namun dua buah hatinya (anak) lagi dirundung kegelisahan lantaran dibuli (perundungan) oleh teman sekolahnya.

Karena hidup diperdalaman, tanpa listrik dan tanpa jaringan internet anaknya diolok-olok sebagai orang pemakan babi, bahkan dicaci karena rumah mereka tidak memiliki listrik.

Disaat mengunjungi rumahnya, Rasip sedang tidak di rumah. Ia tengah mencari upah di sawah orang. Akhirnya kedatangan tim diterima ole Desmawati (istri Rasip)

"Suami saya sedang tidak di rumah, ia di sawah. Sebentar lagi pulang," kata Resmawati, Rabu (15/3/2023) sekira pukul 17.00 WIB.

Resmawati bercerita, anak gadisnya bernama Nabila pelajar SMA yang masih duduk di bangku kelas XI sedang mengimpaukan (mengembala) kerbau, dan si bungsu anak laki-lakinya (pelajar SD) bermain sepeda di jalan setapak.

Untuk sampai ke rumah Rasip tidak bisa ditempuh dengan mobil. Mereka mengandalkan jalan setapak itu untuk pergi ke keramaian di daerah itu.

Dari sudut rumah mereka, tampak Nabila sedang mengimpaukan kerbau. Pemandangan seperti itu terasa langka, sungguh jarang terlihat anak se usia mereka.

Di tengah era teknologi saat ini, gadis se usia Nabila sedang sibuk dengan gadget dan selfi, Nabila tidak bisa begitu. Kerbau dan kubangan menjadi teman sehari-hari Nabila.

Jelang magrib, deru motor butut mendekati rumah tersebut. Ternyata itu Rasip, ia tengah menuju rumah, lengak lengok motornya mengiringi jalan setapak dengan laju pelan.

Setibanya di rumah, Rasip menyapa kami dari beberapa media yang bertandang ke rumahnya itu, lalu ia mengisaratkan agar Nabila menghidupkan lampu togok.

"Bil, hidupkan lampu nak, hari lah kalam (hari sudah gelap)," kata Rasip pada Nabila.

Usai magrib, Rasip menceritakan kisahnya. Sementara istrinya tengah menanak nasi dari tungku. Kepulan asap dari kayu bakar dan daun kelapa itu melayang-layang hingga ke atas ubun-ubun Rasip.

"Sudah tiga belas tahun kami tinggal di sini dan belum pernah merasakan terangnya listrik. Apalagi nonton tv di rumah," kata Rasip.

Jika ingin menonton tv mereka akan pergi ke kedai atau rumah tetangga dengan mengendarai sepeda motor. Berempat mereka di atasnya.

"Bagi saya hidup seperti ini sudah biasa namun sedih saya jika melihat anak-anak harus begini. Meskipun mereka tidak pernah mengeluh secara langsung, namun saya tahu apa yang ada dalam hati anak saya," kata Rasip sambil melirik ke dua buah hatinya.

Rasip mengatakan, ia tambah risau ketika Nabila menangis dan mengadu ke pada ibunya bahwa ia dibuli oleh teman sekolah.

"Anak saya selalu menangis ketika ia diolok-olok oleh teman sekelasnya. Nabila dikatakan pemakan babi karena hidup di hutan, dicaci karena tidak punya listrik dan tinggal di lokasi tanpa internet," jelas Rasip.

Sebagai seorang ayah, Rasip tentu marah dan sangat gusar ketika anak gadisnya dicela, dituduh seperti itu. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menghibur Nabila.

"Kalau ingin belajar secara online (daring) Nabila harus pergi ke atas bukit karena cuma di atas sana bisa dapat signal," imbuhnya.

Rasip juga menuturkan sudah ada upaya darinya untuk memasukan listrik ke rumahnya.

"Dulu sudah saya usahakan dan kata orang PLN mereka bersedia dan menyuruh saya pasang instalasi," kata Rasip.

Setelah intalasi itu terpasang, namun orang PLN tidak datang-datang lagi.

"Beberapa setelah itu mereka baru mengatakan kalau untuk memasang listrik ke rumah harus ada dua tiang. Mereka meminta uang enam juta lebih untuk tiang itu. Mana ada uang saya sebanyak itu," kata Rasip.

Sampai saat ini, Rasip masih terkendala. Tiang-tiang listrik itu menghancurkan harapan keluarga kecil tersebut.

Sementara itu, Wali Korong Gumali Bukik Jariang, Herman Guswandi membeberkan selain rumah Rasip ada dua rumah lagi di sana yang belum mendapatkan aliran listrik.

"Kalau untuk rumah Rasip ini sudah tiga kali kami upayakan untuk memasukan listrik tapi orang PLN mengatakan tidak ada biaya mereka untuk memasukan listrik. Mereka butuh dua tiang untuk itu," jelas Herman Guswandi.

Sama seperti Rasip, sebagai Wali Korong ia pun berharap warganya itu juga mendapatkan kehidupan layak seperti warga lainnya.

"Sedih melihat mereka yang hidup serba keterbatasan itu. Apalagi harus hidup tanpa penerangan listrik. Susah mereka. Anak mereka pun kesulitan belajar di malam hari," sebut Herman.

Begitulah kisah Rasip dan keluargannya. Kehidupan mereka tanpa listrik bukan kisah hidup satu-satunya yang dirasai oleh warga Padang Pariaman. Masih banyak warga yang hidup seperti itu. (suger)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update