Walikota Sawahlunto, Deri Asta Rangkayo Mudo Dirajo, bersama Ketua LAMR, Datuk Seri Syahril Abu Bakar dan Ketua LKAAM Sawahlunto, Dahler Dt. Penghulu Sati. (Yudha/Humas) |
Pekanbaru, Rakyatterkini.com - Penyelarasan cara hidup Melayu dengan nilai-nilai Islam merupakan realisasi prinsip dasar utama adat Melayu yakni “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah”.
Pernyataan ini menegaskan bahwa norma-norma, nilai-nilai dan praktik kehidupan (termasuk praktik komunikasi) hendaknya didasarkan pada ajaran Islam.
Ajaran Islam dibumikan di alam kehidupan masyarakat Melayu, sehingga menghasilkan identitas orang Melayu yang beragama Islam. Melayu dan Islam adalah seperti dua sisi mata uang, yang kedua-duanya membentuk identitas orang Melayu.
Begitu disampaikan oleh Datuk Seri Syahril Abu Bakar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian LAMR, ketika menyambut kedatangan rombongan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan Majelis Ulama Islam (MUI) Sawahlunto, Bundo Kanduang, yang didampingi Walikota Sawahlunto, Deri Asta bersama Ketua Pembina Bundo Kanduang, Ny. Meivyta Deri Asta, di Pekanbaru, Jumat 5 November 2021.
Adat dipandang sebagai produk interaksi dan adaptasi orang Melayu di lingkungan sosial budayanya, sedangkan syarak (Islam) sebagai tuntunan pokok yang bersumber dari Illahi. Orang Melayu menyebutnya dengan ungkapan “adat mendaki, syarak menurun” yang berarti adat (norma kehidupan bersama) muncul dari bumi (Melayu) sedangkan syarak atau syariat datang dari langit.
Orang-orang Melayu berpandangan bahwa adat sebagai norma kehidupan bersama yang bercorak Melayu tidak boleh hilang karena hal itu merupakan salah satu penciri terpenting identitas kemelayuan.
Menurut Deri Asta, masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan, " Masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau berasal dari Rumpun Melayu yang sebarannya sampai ke Semenanjung Malaysia, " ujarnya.
Lanjut Deri Asta, yang memisahkan antara Masyarakat Minangkabau dengan Melayu Riau hanyalah admintrasi pemerintahan, secara adat dan budaya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Dahler, Dt.Penghulu Sati, Ketua LKAAM Sawahlunto yang memimpin rombongan dari Sawahlunto ini, membenarkan apa yang disampaikan Ketua LAMR, Datuk Seri Syahril Abu Bakar dan Walikota Sawahlunto, Deri Asta, Rangkayo Mudo Dirajo.
Menurut Dahler Dt.Penghulu Sati, meskipun orang Melayu meyakini perbuatan baik selalu akan dibalasi kebaikan, dalam melakukan perbuatan baik ternyata orang Melayu dilarang untuk mengharapkan balasan dari orang lain. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam peribahasa ‘berbudi jangan meminta ganti’.
Perbuatan baik sebagai niat dasar dalam berperilaku, menurut sistem gagasan orang Melayu harus melibatkan akal dan perasaan. Akal menjadi pemandu perilaku yang logis, objektif dan deskriptif sedangkan perasaan menjadi pemandu hubungan antarmanusia yang hangat, ramah dan saling berempati.
"Dalam kerangka konsep kemelayuan itulah kami datang ke Pekanbaru ini, di samping silaturahmi dengan saudara serumpun ,juga berbagi pengalaman dan bertukar pandangan dalam membangun karakter orang Melayu yang berbudi, mengembangkan konsep tunjuk ajar yang berisikan tentang budi. Tunjuk ajar adalah sejenis petuah, petunjuk, nasehat, amanah, pengajaran, contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia secara universal."
"Ke depan mungkin ada program-program yang bisa kita persamakan untuk kemaslatan masyarakat Melayu, baik itu di bidang politik, budaya, sosial dan ekonomi, "tutup Dahler. (Ris1)