Notification

×

Iklan

Pandemi, dan Masa Depan Sekolah Anak

Sabtu, 28 Agustus 2021 | 12:58 WIB Last Updated 2021-08-30T06:08:45Z

Ilustrasi.

Padang, Rakyatterkini.com - Pandemi Covid-19 menguncang semua lini kehidupan masyarakat Indonesia, terutama sektor perekonomian, dan pendidikan. Di sektor pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi (PT), tidak sesuai dengan yang diharapkan.


Selama pandemi ini merebak, proses belajar mengajar dipindahkan ke rumah dengan sistem online. Cara ini sangat mempengaruhi pada cara belajar anak, bahkan termasuk salah satu pembodohan terhadap anak. Sebab, anak hanya mengandalkan google dan tidak ada belajar atau membaca buku.


"Belajar online dengan mengunakan android mempengaruhi mental anak, termasuk pada kesehatan mata, karena setiap hari menggunakan gadget, "ujar Putri, orangtua pelajar pada rakyatterkini.com.


Dampaknya mungkin baru akan terasa dalam jangka panjang, yakni banyaknya anak yang mengalami sakit mata. Begitu juga produktivitas pelajar Indonesia di masa depan, juga akan merosok jauh, sehingga Indonesia terpuruk yang begitu dalam.


Penurunan kemampuan membaca anak, pada masa pandemi ini juga sudah terlihat. Anak lebih suka membuka google untuk mencari jawaban, daripada membaca buka atau belajar. "Ini sangat berbahaya, apabila berlangsung lama, "ujar Putri.


Ia sangat mengharapkan pada pemerintah, agar mencarikan solusinya atau kembali belajar tatap muka di sekolah.


Belajar online tidak cocok untuk anak Indonesia, karena tidak memberikan manfaat. Bahkan mudarat yang akan didapati, sebab anak seharian menggunakan android.


Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya PBB (UNESCO) juga telah memperingatkan adanya potensi penurunan kemampuan membaca dasar siswa akibat pandemi. Diproyeksikan ada penambahan 20% atau 101 juta anak di dunia yang kesulitan membaca. Hal serupa juga diprediksi terjadi di Indonesia.


Dengan situasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat ini, hanya 30% siswa yang diprediksi mencapai skor minimum kemampuan membaca dalam Programme for International Student Assessment (PISA). 


Padahal skor PISA Indonesia dalam kemampuan membaca cenderung turun sejak 2009. Pada tahun itu, Indonesia memiliki skor 402, yang tertinggi dalam dua dekade terakhir. 


Namun skor tersebut terus turun menjadi 371 pada 2018. Skor tersebut terpaut jauh dibandingkan rata-rata negara OECD sebesar 487 poin. Bahkan di antara negara Asia Tenggara, Indonesia hanya sedikit unggul dari Filipina.   


Bank Dunia memprediksi tanpa pembenahan pendidikan selama pandemi ini, Indonesia akan kehilangan skor PISA dalam kemampuan membaca. Diperkirakan jika sekolah ditutup selama empat bulan, skor akan turun 11 poin. 


Semakin lama penutupan, skor akan semakin turun yakni 16 poin jika tutup enam bulan dan 21 poin jika sekolah tutup delapan bulan. 


“Penurunan (kemampuan membaca) tersebut dapat menyebabkan hilangnya nilai pendapatan seumur hidup setara dengan US$ 151 miliar atau 13,5% dari PDB 2019,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.


Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi, tingkat LAYS Indonesia berpotensi turun 0,22 poin sampai 0,48 poin selama pandemi dari basis 7,8 tahun pada saat sebelum pandemi terjadi. 


Semakin rendah kualitas pendidikan, akan berdampak ke kondisi perekonomian mereka di masa depan. ADB memprediksi rata-rata pendapatan siswa yang sekarang mengalami penurunan kualitas pembelajaran berpotensi hilang antara US$ 41 sampai US$ 89 per tahun. 


Untuk itu, diperlukan strategi untuk memulihkan mutu pembelajaran siswa. Pemerintah memang telah memberikan lampu hijau pembelajaran tatap muka (PTM). Namun karena sifatnya terbatas, diperlukan kerja lebih keras untuk meningkatkan pemahaman siswa pada proses belajar mengajar. 


Pemerintah harus fokus kepada mekanisme pembelajaran di seluruh sistem pendidikan. Sekaligus memastikan tidak ada anak yang tertinggal, terutama dari keluarga miskin, daerah terpencil, dan penyandang disabilitas. (gp)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update