Notification

×

Iklan

Dilema Olahraga Sumbar

Jumat, 02 Juli 2021 | 13:45 WIB Last Updated 2021-07-02T06:46:14Z



Oleh: Rizal Rajo Alam


LAMA laptop saya tersimpan. Memang tak berniat untuk menyimpan selamanya. Karena suatu saat nanti saya akan merindukannya. 


“Teman” sejati yang telah menemani untuk saling berbagi inspirasi dalam setiap ketikan yang terangkai menjadi kata demi kata dan kalimat menjadi baris dan alinea.


Dan, akhirnya kerinduan yang saya nantikan itu tiba. Denyut nadi dan gelombang darah yang mengaliri tubuh saya, tersentak dalam baluran dan balutan peduli terhadap dunia olahraga. Dunia yang telah saya “gauli” sejak lebih dari 30 tahun lalu.


Sentakan itu terasa sangat dekat. Seperti dalam diri sendiri. Sepertinya saya ada dalam lingkaran gelombang itu. Sesuatu telah terjadi di halaman rumah sendiri. 


Halaman yang secara strata sosial adalah halaman milik kita sendiri, yang selama ini tempat bermain dan bersenda-gurau dengan berbagai lapisan insan-insan yang satu dunia dengan saya.


Ya, hari ini, dunia olahraga Ranah Minang tengah dalam ujian berat. Seakan-akan ujian ini telah melebihi kemampuan yang diberi ujian. Serasa dunia olahraga Sumatera Barat itu bakal terkulai lemah. Lalu, satu demi satu, prestasi olahraga Sumbar akan layu, terkulai dan rontok.


Sebuah deraan bak gelombang besar disertai angin kencang, bahkan mungkin puting beliung, menghantam sendi-sendi penyangga prestasi yang selama ini telah tertanam kokoh. Kini, seperti akan porak-poranda dan berterbangan kian kemari.


Semua berawal dari masa transisi kepengurusan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumbar. Transisi yang bermula dari ketidakpuasan oknum-oknum yang haus akan kuasa di dunia yang sama. Lalu melahirkan Musyawarah Olahraga Provinsi. 


Kemudian munculah nama Agus Suardi, Ketua KONI Kota Padang yang duduk di singgasana KONI 1. Sementara transisi itu terjadi pada masa-masa kritis, saat pesta empat tahunan, Pekan Olahraga Nasional (PON) tinggal dalam hitungan kurang dari setahun. Masa yang mestinya membutuhkan konsentrasi tinggi.


Tapi justru harus terpecah oleh kepentingan yang tidak mendesak. Tak ada yang salah memang, kalau ditilik dari sisi organisasi. Itu pun dengan pejamkan mata bagaimana proses perpanjangan kepengurusan yang sudah diatur dalam anggaran dasar dan rumahtangga (AD/ART) KONI.


Kemudian muncul Surat Keputusan (SK) KONI pusat tentangjabatan caretaker. Lembaga yang menerbitkan SK perpanjangan berdasarkan AD/ART, lalu lembaga yang sama mengkibiri SK nya sendiri. Maka lahirlah Musorprov. Satu persoalan. Oke. Semua berjalan lancar. 


Agus Suardi sudah menjadi Ketua Umum KONI Sumbar periode 2021-2025. Mantan kipper PSP Padang itu pun juga sudah melengkapi struktur kepengurusannya. Dengan gaya dan pola baru. Juga dengan jumlah pengurus yang luar biasa.


“Gaya” KONI yang dipimpin oleh pensiunan PT Telkom yang akrab dipanggil Abin itu, juga memvariasi struktur dengan adanya jabatan staf ahli atau staf khusus. 


Posisi ini diisi oleh orang-orang kepercayaan Abin. Gunanya apa?. Nanti…! Tetapi hasil Musorprov yang terkesan dipercepat itu, ternyata tak membuat para atlet dan pelatih lebih cepat lega dan lebih cepat percaya. 


Meski dalam visi dan misi serta janji yang diusung dan bahkan dijanjikan langsung kepada para atlet, justru seret, macet. Akibatnya para atlet yang dituntut berprestasi justru  “mencret” karena belum adanya asupan gizi bulanan mereka yang selama ini berjalan lancar. 


Bahkan, sampai saat catatan ini saya tulis, masih terkonfirmasi lewat salah seorang pengurus baru, kalau dana bantuan atlet dan pelatih belum juga cair. Sementara dana ibah yang sama untuk organisasi dan lembaga lain sudah oke.


Berkembang berbagai pendapat kalau dana itu masih dalam proses. Sebagian menyebutkan kalau Pergub tentang penggunaan APBD Sumbar belum keluar. 


Bahkan informasi yang didapat dari berbagai media, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga menyebutkan belum bisa dicairkan karena KONI belum mengajukan usulan penggunaan anggaran ibah tersebut. 


Kedua. Reaksi mulai datang dari para pengurus cabor, atlet dan pelatih, yang mengarah kepada pengurus KONI baru. Jeritan mereka hanya satu. Mana uang bulanan mereka. Sementara pengurus sudah memberikan janji dari bulan ke bulan.


Sementara waktu pelaksanaan PON tinggal dua bulan lagi. Seandainya hari ini, atau besok para atlet dan pelatih sudah menerima haknya, apa yang bisa dibuat dalam waktu tersisa dua bulan lagi?


Di sisi lain, beredar kabar kalau sistem pencairan anggaran juga sudah diubah oleh kepengurusan baru. Semua dan harus mampir dulu ke kantong Pengprov masing-masing sebelum diserahkan kepada para atlet dan pelatih. 


Itu artinya satu derita baru lagi bagi para atlet dan pelatih. Tentu sistem ini tak masalah bagi pelatih yang juga pengurus Pengprov plus juga pengurus KONI Sumbar. Karena aliran dana sudah pasti mampir di kantong mereka terlebih dahulu.


Apakah sistem ini sudah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dari Ketua Umum Abin? Atau sekadar ingin berbeda dengan pola yang dipakai pengurus KONI sebelumnya?


Jelas, sistem ini pasti ditolak para atlet, minimal dalam hati mereka. Langsung ke rekening mereka saja belum jelas. Bukan mereka tak percaya. Tetapi paling tidak akan memperpanjang waktu untuk sampai ke kantong mereka masing-masing. Ini masalah ketiga.


Lalu, apa yang sudah dilakukan dan kerjakan oleh pengurus baru? Informasi,  mereka sering rapat untuk membahas masalah ini. Sering rapat untuk membuat program strategis menuju PON Papua. 


Meski kantor KONI yang terletak di jalan Rasuna Said itu tak mampu menampung jumlah pengurus KONI bila diadakan rapat pleno untuk mengambil satu keputusan penting. Saking semangat dan antusiasnya untuk membangun prestasi emas PON.


Derita nyata sudah menelan korban. Pesenam Sumbar, yang selama ini dititipkan berlatih di Riau, menjerit “histeris”. 


Karena utang menumpuk untuk membayar kontrakan dan makan selama di Pekanbaru. Kini terpaksa pulang ke Padang, karena tak mungkin lagi untuk berkonsentrasi di antara tuntutan utang dan perut lapar.


Lalu, dimana KONI? Juga, dimana Pemerintah Sumatare Barat. Di mana Buya Mahyeldi, yang dulu ikut merekomendasikan Abin jadi Ketua KONI Sumbar?


Belum lagi masalah demi masalah eksternal tuntas, di internal KONI sendiri juga terkesan terbelah. Kini tak hanya atlet dan pelatih yang mengkritisi pengurus, tetapi juga datang dari kalangan pengurus sendiri.


Anggota Bidang Pembinaan Prestasi, Handy Andrian Luthan, menilai pengurus KONI selama sering rapat tetapi tanpa hasil dan solusi yang jelas. Bahkan mantan pelatih karate PON itu menilai kalau pengurus KONI Sumbar hanya rapat “karo”. 


Ketika hujan tiba, berunding untuk membuat pondok tempat berteduh. Ketika hujan reda, lupa dengan apa yang dirundingkan.


Kini, situasi semakin kritis. Waktu tersisa tinggal hitungan hari.  Saatnya penguasa provinsi turun tangan. Harus mengambil sikap yang jelas dan tegas. Mengandalkan pengurus yang adak ini tanpa dana, sama saja dengan bohong. 


Bahkan dengan dukungan dana pun belum tentu pengurus saat ini akan bisa membawa prestasi Sumbar sesuai target. Karena di internal mereka sendiri juga berbeda pendapat? Dilema akan tetap mendera.


Kalau begitu, apa yang harus dilakukan? Beranikan Buya selaku Gubernur Sumbar untuk bersikap? Misalnya mengambil kembali KONI dengan membentuk Panitia Ad Hoc, guna menjalankan Pelatprov dalam waktu yang tersisa dua bulan ke depan? 


Kita tunggu sikap Gubernur dan DPRD kalau ingin prestasi tetap terjaga. Tentu dengan dukungan dana yang cukup. Itu saja. (*)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update