Notification

×

Iklan

Stok Melimpah, Harga Beras Tetap Meroket

Senin, 30 Juni 2025 | 06:33 WIB Last Updated 2025-06-29T23:33:00Z

Ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Lonjakan harga beras yang terjadi di berbagai daerah memicu perhatian publik, terutama karena hal ini terjadi saat stok beras nasional tengah melimpah. Anggota Komisi IV DPR RI, Robert J. Kardinal, mendesak pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk segera bertindak guna mengendalikan kenaikan harga tersebut.

Data dari Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Minggu (29/6/2025) menunjukkan, rata-rata harga beras medium secara nasional mencapai Rp14.073 per kilogram. Angka ini melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp12.500 per kilogram. Sementara itu, beras premium juga dijual di atas HET, yaitu Rp15.847 per kilogram, sedangkan HET-nya hanya Rp14.900.

Sejumlah daerah yang mengalami lonjakan harga beras antara lain Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, Gorontalo, hingga Papua Barat, dan telah diberi status waspada.

Robert menilai kondisi ini janggal, sebab berdasarkan laporan, stok beras di gudang Perum Bulog telah melebihi 3 juta ton dan produksi nasional juga mengalami peningkatan. "Aneh rasanya harga beras melonjak, sementara pasokan melimpah. Dalam logika ekonomi, jika pasokan lebih besar dari permintaan, harga seharusnya stabil atau bahkan turun," ujarnya.

Ia pun meminta agar pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, Perum Bulog, dan Bapanas, segera menyalurkan cadangan beras melalui program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) guna meredam lonjakan harga di pasaran. Selain itu, investigasi menyeluruh di lapangan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab utama kenaikan harga, agar solusi yang diambil lebih tepat sasaran.

Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai fenomena ini bukan hal yang aneh. Ia menyebutkan bahwa telah terjadi asimetri harga, di mana harga di tingkat produsen turun, namun di tingkat konsumen justru naik. Menurutnya, kondisi seperti ini menunjukkan adanya gangguan dalam rantai pasok.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras pada Januari–Juni 2025 mencapai 18,76 juta ton. Setelah dikurangi konsumsi, masih ada potensi surplus sekitar 3,2 juta ton. Dari jumlah tersebut, 2,63 juta ton diserap Bulog, sedangkan sisanya yang relatif kecil diserap pelaku usaha lain seperti penggilingan dan pedagang.

"Karena hanya sedikit yang masuk ke pasar bebas, distribusi menjadi terbatas. Sementara beras yang diserap Bulog justru menumpuk di gudang," jelas Khudori. Ia mengungkapkan, sejak awal tahun hingga akhir Juni, Bulog baru menyalurkan sekitar 181 ribu ton beras, sementara stok di gudang mencapai lebih dari 4,2 juta ton.

Menurutnya, hal inilah yang menjadi akar persoalan naiknya harga beras. Ia pun mendesak agar pemerintah segera menyalurkan beras dari gudang Bulog, karena semakin lama disimpan, semakin membebani keuangan negara.

"Langkah nyata yang harus diambil adalah segera mendistribusikan stok Bulog melalui bantuan pangan dan operasi pasar SPHP. Pemerintah juga perlu mengevaluasi ulang kebijakan yang berlaku agar situasi ini tidak terus berulang," pungkas Khudori.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update