Jakarta, Rakyatterkini.com— Pemerintah memastikan bahwa kegiatan penambangan nikel oleh PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa pada prinsipnya, kegiatan tambang terbuka tidak diizinkan di kawasan hutan lindung berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Namun demikian, terdapat pengecualian bagi 13 perusahaan, termasuk PT Gag Nikel, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.
“Hutan lindung memang tidak boleh digunakan untuk pertambangan terbuka, namun terdapat pengecualian untuk 13 perusahaan, salah satunya PT GN. Pengecualian ini didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, sehingga kegiatan yang dilakukan bersifat legal,” ujar Hanif dalam konferensi pers pada Minggu (8/6/2025).
Meskipun hasil citra satelit dan pengamatan drone menunjukkan dampak kerusakan lingkungan yang tergolong ringan, Hanif menegaskan bahwa inspeksi langsung ke lokasi tetap akan dilakukan. Namun, agenda tersebut akan dilaksanakan setelah penanganan kualitas udara di Jakarta diselesaikan.
“Kami memang sedang fokus pada persoalan udara di Jakarta, tetapi setelah itu, kami akan segera melakukan kunjungan ke Raja Ampat,” tegas Hanif.
Kunjungan Menteri ESDM ke Lokasi Tambang
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang telah meninjau langsung lokasi tambang, menyampaikan bahwa tidak ditemukan masalah lingkungan yang signifikan. Didampingi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Tri Winarno, ia menyebutkan bahwa kegiatan penambangan di lokasi tersebut berjalan sesuai prosedur.
“Dari hasil pengamatan udara, kami tidak melihat adanya sedimentasi di kawasan pesisir. Secara keseluruhan, kegiatan tambang ini tidak menimbulkan persoalan berarti,” kata Tri.
Kendati demikian, Tri menambahkan bahwa pihaknya tetap akan menurunkan tim Inspektur Tambang guna melakukan pengecekan menyeluruh di seluruh wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Kabupaten Raja Ampat.
Sejarah Eksplorasi Nikel di Pulau Gag
Pulau Gag memiliki sejarah panjang dalam dunia pertambangan nikel. Eksplorasi awal dilakukan oleh pihak Belanda sejak tahun 1920-an dan berlanjut hingga dekade 1950-an. Setelah nasionalisasi, kegiatan ini dilanjutkan oleh berbagai perusahaan, termasuk PT Pacific Nickel Indonesia asal Amerika Serikat, hingga pada tahun 1996 terbentuklah PT Gag Nikel.
Menurut peneliti BRIN, Hari Suroto, kegiatan eksplorasi PT Gag Nikel sempat terhenti pada 1999 karena penetapan Pulau Gag sebagai kawasan hutan lindung. Namun, eksplorasi kembali dilanjutkan pada tahun 2003 di atas lahan seluas 9.500 hektare.
“PT Gag Nikel memperoleh kontrak karya generasi ketujuh pada tahun 1998, tetapi sempat terhenti akibat pemberlakuan UU Kehutanan. Eksplorasi baru kembali berjalan pada 2003,” jelas Suroto kepada Kompas.com.
Pada tahun 2009, PT Gag Nikel menggandeng Golder Associates untuk memperbarui estimasi sumber daya nikel berdasarkan standar JORC. Hingga saat ini, cadangan nikel yang telah diidentifikasi di Pulau Gag mencapai 171 juta wet metric ton (wmt).
Keindahan Alam dan Nilai Strategis Pulau Gag
Meski lokasi tambang berada di wilayah perbukitan tandus, sebagian lahan non-tambang kini telah dimanfaatkan sebagai padang penggembalaan, bahkan menjadi area pendaratan pesawat kecil untuk mendukung kunjungan pejabat pemerintah.
Pulau Gag sendiri dikenal memiliki keindahan alam yang memukau serta kekayaan sumber daya mineral yang melimpah, khususnya nikel. Nama “Gag” berasal dari sebutan lokal untuk hewan laut teripang, yang banyak ditemukan oleh penduduk asli saat pertama kali menginjakkan kaki di pulau tersebut.
“Pulau Gag memiliki kontur berbukit dengan lembah-lembah yang tersusun rapi. Bagian barat pulau didominasi oleh bukit tinggi yang memanjang dari utara ke selatan, dengan puncak tertinggi berada di Gunung Susu setinggi 350 meter di atas permukaan laut,” ujar Suroto.(da*)