Jakarta, Rakyatterkini.com – Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), menegaskan bahwa empat pulau yang saat ini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara—yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar—secara historis dan administratif merupakan bagian dari Aceh.
“Secara formal dan historis, keempat pulau itu berada dalam wilayah Singkil, Aceh,” ujar JK dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (15/6).
JK mengaitkan persoalan ini dengan hasil perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada tahun 2005. Dalam kesepakatan tersebut, batas wilayah Aceh ditetapkan merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh, yang secara tegas memisahkan Aceh dari Sumatera Utara.
“Dalam catatan sejarah, Pulau Lipan, Pulau Panjang, serta Pulau Mangkir Besar dan Kecil memang termasuk dalam wilayah Aceh Singkil. Kedekatan geografis dengan Sumatera Utara bukanlah hal yang bisa mengubah fakta sejarah,” tegasnya.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia itu juga menyoroti keputusan Menteri Dalam Negeri melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Sumatera Utara. Menurutnya, keputusan tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang.
“Undang-undang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding keputusan menteri. Maka dari itu, Kepmen tidak dapat membatalkan atau mengganti isi undang-undang,” ujarnya.
Meski demikian, JK tetap menghargai langkah Mendagri Tito Karnavian dalam mengeluarkan keputusan tersebut, yang diduga berdasarkan pertimbangan praktis dan kedekatan wilayah. Namun, ia menekankan agar sejarah dan legitimasi hukum tetap dijadikan acuan utama.
Terkait wacana pengelolaan bersama antara Aceh dan Sumatera Utara atas keempat pulau tersebut, JK memandang hal itu kurang realistis. Menurutnya, belum pernah ada daerah yang secara bersamaan mengelola sumber daya alam tanpa kejelasan batas administratif.
“Pengelolaan bersama sulit diterapkan, apalagi saat ini belum ada potensi strategis di pulau-pulau itu yang mendesak untuk dikelola bersama,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah pusat dapat mengambil langkah bijaksana dalam menyelesaikan polemik ini.
“Masalah ini cukup sensitif, karena itu penyelesaiannya harus hati-hati dan adil,” tutup JK.(da*)