Notification

×

Iklan

Harga Minyak Terancam Naik Akibat Konflik Iran-Israel

Selasa, 24 Juni 2025 | 13:00 WIB Last Updated 2025-06-24T06:00:00Z

Sejumlah rudal serangan balasan Iran terlihat melintas di atas kota Hebron di Tepi Barat, Israel (13/6/2025).


Jakarta, Rakyatterkini.com – Konflik berkepanjangan antara Iran dan Israel dinilai berpotensi mendorong lonjakan harga minyak dunia secara signifikan. Hal ini disampaikan oleh ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menanggapi situasi geopolitik yang semakin memanas.

"Jika eskalasi konflik ini terus berlanjut dalam jangka waktu lama, hampir dapat dipastikan harga minyak dunia akan mengalami peningkatan tajam. Sekitar 20 persen konsumsi minyak global bergantung pada kelancaran distribusi melalui Selat Hormuz. Gangguan di kawasan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pasokan dan mendorong kenaikan harga serta inflasi secara global," ungkap Eko di Jakarta, Senin (23/6).

Selat Hormuz dikenal sebagai jalur pelayaran vital yang mengalirkan hampir sepertiga pasokan minyak mentah dunia. Ketegangan meningkat setelah Parlemen Iran, pada Minggu (22/6), menyetujui usulan untuk menutup selat tersebut sebagai reaksi atas serangan militer Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir di wilayah Iran.

Penutupan Selat Hormuz masih menunggu keputusan akhir dari Dewan Keamanan Tertinggi Nasional Iran.

Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa militer AS menyerang tiga fasilitas nuklir di Iran, masing-masing berlokasi di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan tersebut merupakan kelanjutan dari eskalasi yang dimulai sejak 13 Juni, ketika Israel, dengan dukungan dari AS, melancarkan serangan militer ke sejumlah target strategis Iran, yang kemudian dibalas oleh Tehran.

Menurut Eko, dampak dari konflik ini juga berisiko menjalar ke dalam negeri, terutama pada sektor fiskal terkait subsidi energi. Namun, hingga saat ini situasinya masih relatif terkendali.

"Per Jumat (20/6), harga minyak dunia masih berada di kisaran 77 dolar AS per barel, sementara asumsi harga minyak dalam APBN 2025 telah ditetapkan sebesar 82 dolar per barel," jelasnya.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa apabila konflik terus berlangsung dan harga minyak terus merangkak naik, maka potensi peningkatan beban subsidi bisa mengganggu stabilitas fiskal negara.

"Jika kondisi ini berlangsung lama, harga minyak dan komoditas energi lainnya bisa terus meningkat, yang pada akhirnya memberi tekanan besar terhadap daya tahan fiskal kita, khususnya pada alokasi subsidi," tambahnya.

Sebagai langkah antisipatif, Eko menyarankan agar pemerintah meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran serta menjaga daya beli masyarakat agar tetap terjaga.

"Selama permintaan domestik masih kuat, perekonomian nasional masih bisa bertahan menghadapi tekanan eksternal," tutupnya.

Mengacu pada data dari Anadolu Agency, Selat Hormuz menjadi jalur pengangkutan sekitar 15 juta barel minyak mentah setiap hari, atau hampir sepertiga dari total perdagangan minyak global.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update