Notification

×

Iklan

Debut Layar Lebar Trio GJLS Tayang Juni 2025

Selasa, 10 Juni 2025 | 03:37 WIB Last Updated 2025-06-09T20:37:00Z

Produser eksekutif film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu" Indra Yudhistira saat pemutaran terbatas film 


Jakarta, Rakyatterkini.com – Pemuda sering dianggap sebagai tulang punggung bangsa. Namun, bagaimana jika “tulang punggung” itu justru rapuh akibat jeratan utang pinjaman online, kecanduan judi daring, serta masalah moral seperti kehamilan di luar nikah?

Pertanyaan kritis ini dijawab lewat sentuhan komedi absurd dalam film terbaru karya Monty Tiwa berjudul “GJLS: Ibuku Ibu-Ibu”, yang siap menghibur penonton di bioskop mulai 12 Juni 2025.

Film ini merupakan debut layar lebar dari trio komika GJLS — Rigen Rakelna, Hifdzi Khoir, dan Ananta Rispo — yang mengusung gaya mumblecore. Genre film independen asal Amerika Serikat ini menonjolkan improvisasi, realisme, serta suasana yang terasa liar dan autentik.

Cerita diawali dengan sosok Tyo (Bucek Depp), seorang juragan kos yang baru saja ditinggal meninggal oleh istrinya. Kesedihan itu kemudian membuka peluang bagi ketiga anaknya — Rigen, Hifdzi, dan Rispo — untuk mencoba meyakinkan sang ayah agar menjual aset guna menutupi masalah pribadi mereka masing-masing.

Rigen kehilangan mobil bos EO yang dipinjamnya, Hifdzi harus buru-buru menikahi pacarnya yang tengah hamil, sementara Rispo dikejar-kejar debt collector akibat judi online.

Namun, di luar dugaan, sang ayah mengambil keputusan mengejutkan: menikahi Feni (Nadya Arina), seorang SPG muda penghuni kos, dan mewariskan kos-kosan itu kepadanya. Ketiga anak pun curiga dan berusaha menghalangi dengan berbagai aksi sabotase kocak.

Situasi bertambah kacau saat Sumi (Luna Maya), mantan kekasih Tyo, muncul dan ikut memperkeruh suasana dengan kehadirannya yang penuh drama.

Film ini menonjol berkat improvisasi yang bebas, sisipan bloopers yang sengaja dimasukkan ke dalam alur utama, serta interaksi karakter yang langsung berkomunikasi dengan sutradara — sebuah teknik meta yang lebih jauh dari sekadar breaking the fourth wall.

Monty Tiwa, sutradara dengan pengalaman 25 tahun di dunia film, menyebut karya ini sebagai sebuah eksperimen. “Saya sendiri belum bisa memberi label yang pasti untuk gaya ini,” ujarnya sambil tersenyum.

Walau terlihat penuh kekacauan, cerita tetap terstruktur rapi berkat editing yang cermat dan dialog-dialog punchline yang segar. Film ini juga memperkenalkan istilah “scientific comedy” — sebuah pendekatan humor yang dianggap bisa dipelajari dan dirancang seperti sebuah ilmu.

Selain GJLS dan Bucek Depp, film ini juga diperkuat oleh aktor-aktor seperti Umay Shahab, Reynavenzka Deyandra, Maxime Bouttier, dan Muhammad Kadavi yang memerankan karakter dengan kondisi bibir sumbing, menambah warna tersendiri dalam cerita.

Musik latar turut berperan penting, termasuk lagu tema dangdut berjudul “Feromon” yang dinyanyikan oleh Bucek dan Nadya Arina, serta soundtrack “Akhir Awal” karya Gusti Irwan Wibowo.

Proyek ini juga didukung oleh Indra Yudhistira, eksekutif produser sekaligus sosok penting dalam kebangkitan Stand Up Comedy Indonesia.

Ananta Rispo dari GJLS berharap karya mereka bisa menyamai jejak legendaris Dono, Kasino, dan Indro — bukan hanya sebagai ikon lawak, tapi juga lewat konsistensi dalam berkarya di dunia film.

Di tengah geliat perfilman nasional yang terus berkembang pasca kesuksesan film animasi “Jumbo,” kehadiran mumblecore versi lokal ini menunjukkan bahwa selera humor masyarakat Indonesia semakin beragam dan terbuka terhadap inovasi baru.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update