Notification

×

Iklan

Sengketa Aset Wakaf PGAI Sumbar Belum Usai

Kamis, 29 Mei 2025 | 14:04 WIB Last Updated 2025-05-29T07:04:00Z

Pengurus perkumpulan PGAI Sumbar


Padang,Rakyatterkini.com – Polemik seputar pengelolaan aset dan tanah wakaf milik Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) Sumatera Barat (Sumbar) hingga kini belum menemukan solusi yang jelas. Perselisihan ini bahkan telah berlanjut ke ranah hukum setelah Perkumpulan PGAI Sumbar melaporkan Yayasan Doktor Haji Abdullah Ahmad PGAI ke Polresta Padang atas dugaan penggelapan hak atas aset wakaf.

Ketua Umum Perkumpulan PGAI Sumbar, Denny Agusta, menyatakan bahwa laporan tersebut telah diajukan sejak tahun 2023. Namun, hingga saat ini, proses hukum yang berlangsung belum menunjukkan perkembangan berarti.

“Kami berharap Polresta Padang dapat menangani kasus ini secara profesional. Sudah dua tahun sejak laporan kami dibuat, tetapi belum ada langkah hukum yang signifikan,” ujar Denny dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (28/5/2025).

Tanah wakaf yang disengketakan terletak di Kelurahan Jati Sawahan, Kota Padang, dengan luas sekitar 4,2 hektare. Aset tersebut telah diwakafkan sejak tahun 1963 oleh Pengurus Besar (PB) PGAI, meskipun saat itu belum terdapat regulasi formal mengenai wakaf maupun yayasan.

“Tanah ini merupakan milik umat, bukan milik individu atau kelompok. Sejak awal, PB PGAI mengelola tanah ini sebagai wakif dengan tujuan untuk kemaslahatan,” tegas Denny.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Wakaf dan Yayasan, pengelolaan tanah wakaf harus berada di bawah lembaga berbadan hukum. Menanggapi hal itu, PB PGAI kemudian membentuk Yayasan Doktor Haji Abdullah Ahmad PGAI untuk bertindak sebagai nazhir. Namun, menurut Denny, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan dalam pengelolaan yang mengarah pada penguasaan pribadi.

“Terdapat indikasi bahwa yayasan memperlakukan tanah wakaf ini seperti milik pribadi, termasuk dalam proses penunjukan pembina yayasan yang tidak sesuai aturan hukum,” jelasnya.

Situasi tersebut mendorong PB PGAI untuk melaporkannya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI). Setelah dilakukan evaluasi, BWI memutuskan untuk mencabut status nazhir dari yayasan tersebut pada 24 Januari 2023, dan mengambil alih pengelolaan sementara.

BWI kemudian mengadakan seleksi terbuka untuk memilih nazhir baru. Proses tersebut menetapkan Perkumpulan PGAI sebagai nazhir resmi melalui Surat Keputusan tertanggal 27 Juni 2023. Keabsahan itu diperkuat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang yang mencatat Perkumpulan PGAI sebagai pemegang hak pengelolaan tanah wakaf secara sah pada 10 Desember 2023.

Namun demikian, Perkumpulan PGAI masih menemui hambatan dalam pelaksanaan tugasnya. Beberapa aset masih dikuasai oleh pihak yayasan lama, yang bahkan tetap memungut sewa dari ruko, rumah, dan sekolah yang berada di atas tanah wakaf tersebut.

“Ini jelas tidak sesuai aturan. Mereka sudah tidak memiliki kewenangan lagi, tetapi masih mengelola dan mengambil keuntungan dari aset yang seharusnya dikelola untuk kepentingan umat,” kata Denny.

Atas dasar tersebut, Perkumpulan PGAI kembali melayangkan laporan kepada kepolisian terkait dugaan penggelapan. Denny berharap, aparat penegak hukum dapat menyikapi kasus ini secara objektif dan adil sesuai ketentuan KUHP, demi menjamin pengelolaan wakaf yang benar dan transparan.

“Jika masalah ini terus dibiarkan, banyak pihak akan dirugikan. Saat ini saja, ada enam sekolah di atas lahan wakaf yang kondisinya hampir terbengkalai. Antusiasme masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke PGAI pun terus menurun,” ungkapnya.

Ia menegaskan, langkah hukum yang ditempuh merupakan bagian dari tanggung jawab moral untuk menjaga amanah para ulama pendiri PGAI.

“Tujuan kami bukan mengejar keuntungan, tetapi ingin mengembalikan kejayaan PGAI seperti yang dicita-citakan para pendahulu. Ini adalah amanah yang harus kami jaga sepenuh hati,” pungkasnya.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update