Jakarta, Rakyatterkini.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) saat ini tengah mempertimbangkan untuk menghapuskan batas usia sebagai salah satu syarat dalam proses perekrutan kerja. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor, termasuk industri media.
Salah satu tantangan utama bagi para pekerja yang terkena PHK adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru apabila usianya melebihi batas usia yang ditetapkan oleh perusahaan dalam lowongan kerja.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, mengimbau kepada pelaku usaha dan industri agar tetap mematuhi aturan yang berlaku serta menunjukkan sikap proaktif dalam melindungi hak-hak pekerja dan pencari kerja.
Ia menekankan bahwa perusahaan tidak diperkenankan lagi menahan ijazah atau dokumen resmi milik karyawan. Selain itu, persyaratan rekrutmen yang tidak relevan seperti batas usia, penampilan fisik, atau status pernikahan sebaiknya dihilangkan.
“Sekali lagi kami tegaskan kepada mitra industri agar tidak melakukan penahanan ijazah dan menghindari persyaratan yang kurang relevan seperti batas usia, penampilan menarik, status menikah atau belum, dan sebagainya,” ujar Noel di Jakarta pada Jumat, 23 Mei 2025.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait peningkatan kasus PHK dan rencana penghapusan batas usia kerja, yang dirangkum dari berbagai sumber oleh Okezone pada Senin, 26 Mei 2025.
1. Menaker Akan Terbitkan Surat Edaran
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa pihaknya masih melakukan kajian mendalam atas usulan penghapusan batas usia dalam persyaratan rekrutmen kerja. Setelah kajian selesai, Kemnaker berencana mengeluarkan regulasi berupa imbauan atau surat edaran (SE).
“Insya Allah, kami akan segera merespons dengan mengeluarkan imbauan dan surat edaran,” ujar Menaker di Jakarta pada Sabtu, 24 Mei 2025. Namun, ia belum bisa memastikan kapan tepatnya SE tersebut akan diterbitkan.
Selain itu, pemerintah juga sudah mengeluarkan imbauan terkait pelarangan penahanan ijazah oleh perusahaan dalam proses rekrutmen.
2. Data PHK dari Kemnaker
Menurut data yang disampaikan oleh Kemnaker, hingga Selasa, 20 Mei 2025, terdapat 26.455 kasus PHK di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan jumlah PHK tertinggi sebanyak 10.695 kasus, diikuti oleh Jakarta dengan 6.279 kasus dan Riau sebanyak 3.570 kasus.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan bahwa angka PHK tahun ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kehadiran Riau sebagai salah satu provinsi dengan angka PHK tinggi juga menjadi perhatian khusus Kemnaker.
Data tersebut merupakan hasil laporan resmi dari Dinas Ketenagakerjaan di daerah-daerah yang diterima secara valid oleh Kemnaker. “Data ini bukan rekayasa, karena kami mengandalkan sistem pelaporan langsung dari dinas ketenagakerjaan daerah,” jelas Indah.
3. Perbedaan Data PHK
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan bahwa isu PHK merupakan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian serius. Apindo mencatat terdapat 73.992 pekerja yang terkena PHK dari 1 Januari hingga 10 Maret 2025, berdasarkan data pekerja yang tidak lagi terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara itu, serikat pekerja melaporkan jumlah PHK yang hampir sama, yaitu sekitar 70.000 orang pada periode Januari hingga April 2025.
Sedangkan data resmi Kemnaker menunjukkan angka yang lebih rendah, yakni 26.455 kasus hingga 20 Mei 2025. Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menjelaskan perbedaan data ini karena metode pengumpulan informasi yang berbeda.
“Pemerintah menggunakan data dari laporan resmi dinas ketenagakerjaan, sementara Apindo merujuk pada klaim BPJS Ketenagakerjaan,” kata Shinta. Ia menambahkan bahwa data yang diperoleh Apindo didasarkan pada kondisi nyata di lapangan.(da*)