![]() |
Warga Durian Simpai, Kenagarian IV Koto Dibawuah, Kecamatan IX Koto, Dharmasraya, Sumatera Barat, datangi PT Bukit Raya Mudisha (BRM) Estate Sijunjung, Jumat (23/5/2025). |
Dharmasraya, Rakyatterkini.com - Ratusan warga Durian Simpai, Kenagarian IV Koto Dibawuah, Kecamatan IX Koto, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat, datangi PT Bukit Raya Mudisha (BRM) Estate Sijunjung, Jumat (23/5/2025).
Ninik mamak, dan masyarakat adat Kenagarian IV Koto Dibawuah menilai pihak PT BRM telah ingkar janji (Wanprestasi) terhadap sebuah kesepakatan diterbitkan pada 14 Juni 2001. Antara pemilik ulayat dengan pihak PT BRM.
Adapun perjanjian tersebut, menuliskan seluas 11 ribu/hektare tanah ulayat diserahkan kepada PT BRM untuk diolah menjadi kebun kelapa sawit. Dari seluruh jumlah tersebut, pihak PT BRM, akan mengembalikan seluas 1.000, hektare kepada pemilik ulayat (masyakat adat) dalam bentuk kebun kelapa sawit, sebagai konpensasi.
"Untuk saat ini, pihak PT BRM baru menyerahkan kebun seluas 450 hektare. Sedangkan sisanya seluas 550 hektare lagi, belum juga diserahkan," Kata Monti Tito Elfajar, saat mendatangi PT BRM.
Menurut Monti Tito, seharusnya PT BRM memenuhi kesepakatan telah dibuat. Namun digantung, dan belum juga diserahkan sampai saat ini.
Bahkan, masyarakat adat, dan ninik mamak Durian Simpai, Kenagarian IV Koto Dibawuah telah berulangkali menyurati, hingga menyampaikan secara lisan kepada pihak perwakilan PT BRM Estate Sijunjung.
Terkait sisa kompensasi tersebut namun jawabanya, akan disampaikan ke atasan. "Sudah kita sampaikan ke atasan. Belum ada keputusan dari atasan." Selalu ini, dan ini saja yang kami terima jawaban dari pihak perwakilan PT BRM," tiru Monti Tito.
Karena merasa dipermainkan, ditipu dan dibodohi, masyarakat adat berkomitmen akan mendatangi dan menuntut haknya kepada PT BRM. Sampai sisa kebun sawit dijanjikan seluas 550 hektare, benar diserahkan kepada masyarakat (pemilik tanah adat).
Kami di sini, hanya menuntut pihak PT BRM untuk menjukan titik koordinat, batas lahan tersebut. Sekaligus mempertegas hitungan akibat terlambat menunaikan kewajiban, dalam menyerahkan lahan kompensasi seluas 550 hektare. Karena belum juga kunjung diserahkan hingga sekarang.
Dalam konteks tanah ulayat, hak kolektif bagi masyarakat adat. Akibat wanprestasi dilakukan pihak perusahaan. Maka pemilik tanah ulayat atau komunitas adat dapat mengambil langkah hukum adat. Dengan menuntut ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau tindakan lain yang sesuai dengan hukum positif dan hukum adat berlaku.
Saat mendatangi kantor perwakilan PT BRM, ratusan masyarakat adat dikawal langsung oleh Kapolres Dharmasraya, AKBP Purwanto Hari Subekti, Kabag Ops Kompol Eliseantri, Kapolsek Pulau Punjung Iptu Azamu Suharil, dan personil gabungan lainnya.
Walaupun sempat aksi dorong-dorongan dengan petugas Pos PT BRM. Akhinya, massa berhasil masuk ke halaman kantor.
Saat dialog damai dipimpin langsung oleh Kapolres Dharmasraya AKBP Purwanto Hari Subekti, dengan mempertemukan perwakilan PT BRM Hendri Wahyudi, merupakan Humas perusahaan, dengan masyarakat adat.
Warga meminta kepada pihak BRM untuk menghadirkan pihak penentu, atau pemutus kebijakan. Sekiranya masih melalui humas, dinilai tidak memiliki arti dialog dilakukan.
Sebab, sudah tidak terhitung kalinya. Dialog secara kekeluargaan dilakukan masyarakat adat, hingga laporan secara tertulis disampaikan kepada pihak BRM. Tidak juga ada hasilnya, bahkan masyarakat, merasa sudah ditipu oleh pihak PT BRM dari tahun 2001, hingga saat ini.
"Seharusnya, hadirkan Manager atas nama Viktor, sebagai penentu kebijakan dihadapan kami," kata Aidil Fitri Dt Pangulu Bosau salah seorang ninik mamak.
Ia juga mengajukan beberapa tuntutan. Diantaranya, agar PT BRM mengembalikan susa lahan seluas 550 hektare dalam bentuk kebun kelapa sawit kepada masyarakat adat. Sesuai dengan perjanjian, keluarkan status Areal Penggunaan Lain (APL) dari area kerja perusahaan.
Tetapkan tata batas sesuai perjanjian dan aturan. Segera Cabut laporan polisi PT BRM terhadap ninik mamak Durian Simpai di Polda Sumbar. Agar pihak PT BRM segera mengganti manajer lapangan bernama Viktor, karena dinilai tidak kooperatif dalam menyelesaikan kasus sengketa dengan masyarakat adat.
Sesuai dengan informasi didapatkan, PT BRM melaporkan ninik mamak ke Polda Sumbar, atas penggembokan portal jalan masuk PT BRM.
Secara terpisah, humas PT BRM Hendri Wahyudi, melalui Watsapp menyampaikan bantahan secara tertulis bahwa.
Pertama, sebagaimana kami sampaikan pada kesempatan sebelumnya bahwa PT BRM sudah menyelesaikan seluruh kewajibannya dalam perjanjian dengan masyarakat.
Tahun 2001, perusahaan dan masyarakat Nagari Koto Baru sepakat bahwa dari 11.000 Ha konsesi perusahaan yang masuk dalam administrasi koto baru akan dikembalikan dalam bentuk kebun sawit ke masyarakat seluas 1000 Ha.
Namun pada 2006, ada adendum, dimana perusahaan dan masyarakat yang diwakilkan oleh ninik mamak sepakat bahwa lahan yang diserahkan 450 Ha, dengan kompensasi uang senilai Rp6,5 milliar dan alat berat sebanyak 21 unit. Jadi jangan hanya berpatok ke tahun 2001, karena perjanjian telah direvisi (adendum) tahun 2006.
Ke dua, PT BRM beroperasi sesuai dengan izin yang diperoleh dari Menteri Kehutanan No 257/KPTS -II/2000 tanggal 23 Agustus tahun 2000 dengan luas 28.617 Ha, perusahaan tidak berhak mengurangi atau menambah luas yang telah diberikan tersebut. (lara)