![]() |
Maladewa resmi melarang masuk warga Israel |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Maladewa secara resmi mengumumkan larangan masuk bagi warga Israel. Pada Selasa (15/4/2025), Presiden Maladewa, Mohamed Muizzu, meratifikasi amandemen undang-undang yang melarang pemegang paspor Israel memasuki negara tersebut.
Negara yang terkenal dengan keindahan pantai Samudra Hindia ini memberlakukan larangan tersebut hingga pemerintah Zionis Israel menghentikan serangan terhadap Palestina.
Rancangan Undang-Undang (RUU) yang pertama kali diajukan pada Mei 2024 ini disahkan oleh parlemen pada Senin (14/4/2025).
“Amandemen ini menambah ketentuan baru dalam Undang-Undang Keimigrasian yang secara jelas melarang individu dengan paspor Israel untuk memasuki wilayah Republik Maladewa. Ratifikasi ini mencerminkan sikap tegas pemerintah dalam merespons kekejaman dan praktik genosida yang terus berlangsung, yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina,” demikian bunyi pernyataan dari kepresidenan Maladewa, seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (16/4/2025).
Pemerintah Maladewa menegaskan solidaritas yang kuat terhadap perjuangan Palestina serta komitmen untuk terus memperjuangkan dan melindungi hak-hak rakyat Palestina.
Serangan Israel terhadap Jalur Gaza terus berlanjut setelah runtuhnya gencatan senjata tahap pertama. Serangan yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 ini telah mengakibatkan lebih dari 50.100 korban jiwa, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda kesepakatan gencatan senjata lanjutan. Israel telah mengajukan proposal terbaru untuk gencatan senjata kepada Hamas, dengan syarat membebaskan 10 sandera yang ditahan di Gaza. Hamas, meskipun sedang mempertimbangkan proposal tersebut, menegaskan tidak akan memenuhi tuntutan Israel untuk meletakkan senjata.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Sabtu lalu menyatakan bahwa militernya telah menguasai wilayah yang memisahkan Kota Rafah dengan Khan Younis di Gaza Selatan, untuk menciptakan zona keamanan yang lebih luas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Israel untuk menekan Hamas agar membebaskan sandera, namun tanpa hasil yang memadai.
Di Israel, semakin banyak kelompok militer dan sipil yang mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Puluhan ribu tentara aktif dan cadangan, pilot angkatan udara, anggota intelijen, veteran, dokter militer, akademisi, serta tokoh masyarakat, termasuk mantan Perdana Menteri Ehud Barak, telah menandatangani petisi yang mendesak pertukaran tahanan meskipun harus menghentikan perang.
Desakan ini tampaknya menjadi alasan bagi Israel untuk mengajukan proposal gencatan senjata terbaru. Namun, hingga kini Hamas belum memberikan keputusan apa pun.(da*)