RAKYATTERKINI.COM – Kelompok Hamas menyatakan kesiapan untuk menyepakati perjanjian menyeluruh guna mengakhiri invasi militer Israel di Jalur Gaza. Perjanjian itu juga mencakup pertukaran seluruh sandera Israel dengan warga Palestina yang saat ini mendekam di penjara-penjara Israel.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh seorang pejabat senior Hamas yang sekaligus menolak tawaran Israel untuk gencatan senjata sementara.
Dalam pidatonya yang disiarkan melalui televisi, Khalil Al-Hayya — salah satu pemimpin Hamas di Gaza yang memimpin tim negosiasi — menegaskan bahwa pihaknya tidak akan lagi menerima kesepakatan sementara. Ia menekankan bahwa Hamas siap segera melibatkan diri dalam perundingan yang bersifat komprehensif.
“Kami siap untuk negosiasi menyeluruh yang mencakup pembebasan semua sandera yang masih berada dalam tahanan kami, sebagai imbalan atas dihentikannya agresi militer dan dimulainya kembali pembangunan di Gaza,” ujar Hayya.
Ia juga menuding Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan pemerintahannya telah menggunakan kesepakatan parsial untuk kepentingan politik. Menurutnya, strategi itu hanya memperpanjang konflik dan memperburuk penderitaan rakyat Gaza.
“Netanyahu dan pemerintahannya menjadikan kesepakatan terbatas sebagai alat politik untuk melanjutkan operasi militer dan pengepungan, meski harus mengorbankan para sandera,” tegas Hayya, seperti dikutip dari Reuters.
Upaya mediasi oleh Mesir untuk menghidupkan kembali kesepakatan gencatan senjata yang sempat berlaku pada Januari lalu sejauh ini belum membuahkan hasil. Kedua pihak saling menyalahkan atas kegagalan tersebut.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt, menyatakan bahwa Hamas tidak menunjukkan itikad untuk berdamai. “Pernyataan Hamas mencerminkan penolakan terhadap perdamaian dan pilihan kekerasan. Posisi kami tetap sama: bebaskan para sandera, atau hadapi konsekuensinya,” katanya.
Perundingan terbaru yang digelar pada Senin (14/4) di Kairo pun tidak menghasilkan kemajuan berarti, menurut sumber dari Palestina dan Mesir.
Israel sebelumnya mengusulkan gencatan senjata selama 45 hari untuk memungkinkan pembebasan sandera serta membuka jalan bagi pembicaraan damai jangka panjang. Namun, Hamas menolak proposal tersebut, terutama persyaratan untuk menyerahkan senjata, yang mereka anggap tidak masuk akal.
Sebelumnya, pada gencatan senjata 19 Januari lalu, Hamas telah membebaskan 38 sandera. Namun, pada Maret, Israel kembali melancarkan serangan udara dan darat di Gaza setelah Hamas menolak perpanjangan gencatan tanpa jaminan akhir perang.
Pihak Israel menegaskan bahwa operasi militer akan terus berlangsung hingga seluruh 59 sandera yang tersisa dibebaskan dan Gaza didemiliterisasi. Di sisi lain, Hamas bersikukuh bahwa pembebasan sandera hanya akan dilakukan dalam kerangka kesepakatan penghentian total perang, dan menolak menyerahkan senjata. (da*)