Jakarta, Rakyatterkini.com - China pada Rabu (15/4) mengumumkan penunjukan perwakilan dagang internasional baru di Kementerian Perdagangan, di tengah ketegangan yang semakin memanas dalam perang tarif dengan Amerika Serikat.
Melalui pernyataan resmi pemerintah China, Li Chenggang ditunjuk untuk menggantikan posisi Wang Shouwen. Li dikenal luas berkat peran aktifnya dalam negosiasi perdagangan antara AS dan China pada tahun 2020.
Jabatan perwakilan negosiasi perdagangan internasional ini memiliki tingkat setara dengan menteri. Jabatan ini pertama kali dibentuk oleh China untuk melindungi kepentingan dagang mereka dan mempercepat kesepakatan perdagangan internasional.
Li memiliki pengalaman yang luas di bidang perdagangan global. Selama puluhan tahun, dia terlibat dalam berbagai negosiasi internasional di Kementerian Perdagangan China (MOFCOM) dan bahkan menjabat sebagai Duta Besar China untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa pada 2021.
Saat bertugas di WTO, Li dikenal karena sikap tegasnya dalam menentang kebijakan tarif AS, serta memperjuangkan peran WTO dalam menjaga sistem perdagangan internasional yang adil. Dia juga aktif menentang kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Trump terhadap China di masa jabatan pertama.
Li memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Peking, serta gelar magister ekonomi hukum dari Universitas Hamburg, Jerman.
Beberapa pengamat menilai penunjukan Li ini sebagai langkah strategis dari Beijing untuk membuka jalan dalam negosiasi dengan Amerika Serikat terkait potensi kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang yang berkepanjangan.
"Mungkin karena ketegangan meningkat pasca 'Hari Pembebasan', Li dipandang sebagai sosok yang dapat membantu memecahkan kebuntuan dalam negosiasi," ujar Alfredo Montufar Helu, penasihat senior di The Conference Board, seperti yang dikutip oleh South China Morning Post (SCMP).
Hari Pembebasan yang dimaksud jatuh pada 2 April, yang bertepatan dengan pengumuman tarif timbal balik yang diberlakukan AS terhadap ratusan negara.
Helu juga menambahkan bahwa pengalaman Li di Jenewa memberikan keunggulan tersendiri dalam menghadapi negosiasi, mengingat dia sudah memiliki hubungan yang kuat dengan pemangku kepentingan utama, termasuk AS.
Penunjukan Li datang setelah Amerika Serikat memulai perang tarif global, yang juga melibatkan China. Presiden Donald Trump mengenakan tarif balasan sebesar 34 persen terhadap barang impor China, belum termasuk tarif global yang mencapai 10 persen. China kemudian membalas dengan tarif yang serupa untuk semua barang impor dari AS. Trump kembali menaikkan tarif, dan China pun menanggapi dengan meningkatkan tarif mereka.
Selama eskalasi tarif ini, komunitas internasional telah mendesak agar Trump mencabut kebijakan tarif yang dianggap merugikan dan berpotensi memicu perang dagang lebih lanjut.
Terkait dengan kebijakan ini, Trump menyatakan bahwa China harus melakukan langkah-langkah untuk memulai negosiasi perdagangan yang telah mencapai titik kritis. "Bola ada di tangan China. China perlu mencapai kesepakatan dengan kami. Kami tidak perlu membuat kesepakatan dengan mereka," ujar Sekretaris Gedung Putih, Karoline Leavitt.(da*)