Notification

×

Iklan

KPK Sita 24 Aset Terkait Korupsi Kredit LPEI Rp882 M

Senin, 24 Maret 2025 | 08:00 WIB Last Updated 2025-03-24T01:27:07Z

ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 24 aset yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Total nilai aset yang disita mencapai Rp882 miliar.  

"KPK telah melakukan penyitaan aset yang terdaftar atas nama perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan tersangka. Jumlahnya meliputi 22 aset yang berada di wilayah Jabodetabek dan 2 aset lainnya di Surabaya," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan tertulis pada Senin (24/3).  

"Penilaian terhadap ke-24 aset tersebut dilakukan berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT) dengan total nilai mencapai Rp882.546.180.000," tambahnya.  

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka yang terkait dengan pemberian fasilitas kredit LPEI kepada PT Petro Energy (PE). Mereka adalah Dwi Wahyudi, selaku Direktur Pelaksana I LPEI, serta Arif Setiawan, yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana IV LPEI.  

Selain itu, tersangka lainnya adalah Newin Nugroho, Direktur Utama PT PE; Jimmy Masrin, yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE; serta Susy Mira Dewi Sugiarta, Direktur Keuangan PT PE. Saat ini, tersangka dari LPEI belum ditahan, sedangkan beberapa tersangka dari PT PE telah diamankan.  

Terkait pemberian kredit dari LPEI kepada PT PE, KPK mengungkapkan bahwa negara mengalami kerugian sebesar US$18.070.000 (outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (outstanding pokok KMKE 2 PT PE).  

KPK juga mencurigai adanya benturan kepentingan atau *conflict of interest* (CoI) antara pejabat LPEI dan debitur PT PE. Diduga, telah terjadi kesepakatan awal untuk mempermudah pencairan kredit tanpa prosedur yang semestinya.  

Direktur LPEI diduga tidak mengawasi penggunaan dana kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bahkan, ia disebut menginstruksikan bawahannya agar tetap menyetujui pencairan kredit meskipun perusahaan penerima tidak memenuhi syarat kelayakan.  

Sementara itu, PT PE diduga memalsukan dokumen *purchase order* dan *invoice* yang dijadikan dasar pencairan kredit. Selain itu, perusahaan tersebut juga diduga melakukan manipulasi laporan keuangan (*window dressing*) dan menggunakan dana kredit tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit.  

Di sisi lain, KPK kini juga tengah menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp11,7 triliun.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update