![]() |
ilustrasi |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Harga emas mengalami sedikit pelemahan pada Jumat (7/3/2025) lalu, namun tetap mencatat kenaikan dalam sepekan terakhir seiring meningkatnya minat terhadap aset safe haven.
Data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan untuk Februari meningkatkan ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga tahun ini.
Harga emas spot (XAU/USD) tercatat turun tipis 0,05 persen menjadi USD2.909,55 per troy ons. Meskipun demikian, secara mingguan, harga emas naik sekitar 1,80 persen, didorong oleh ketidakpastian kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang kerap berubah.
Sementara itu, indeks dolar AS melemah ke posisi terendah dalam empat bulan, mencatat penurunan mingguan terbesar sejak November 2022. Pelemahan ini membuat emas yang diperdagangkan dalam dolar AS lebih menarik bagi investor global.
"Data ketenagakerjaan yang lebih lemah dari perkiraan memberikan sedikit dorongan bagi emas, didukung oleh pelemahan dolar sepanjang pekan ini," ujar Bob Haberkorn, Senior Market Strategist di RJO Futures.
Laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa pada Februari, ekonomi hanya menambah 151.000 lapangan pekerjaan, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 160.000. Tingkat pengangguran naik menjadi 4,1 persen, sedikit di atas proyeksi 4 persen.
Peter Grant, Wakil Presiden dan Senior Metals Strategist di Zaner Metals, menyatakan bahwa harga emas saat ini berada dalam fase konsolidasi. Namun, minat terhadap aset safe haven tetap kuat dan terus memberikan dukungan.
Di sisi lain, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa bank sentral akan berhati-hati dalam mengambil kebijakan moneter. Menurutnya, perekonomian AS masih dalam kondisi stabil.
Meskipun emas kerap dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi, kenaikan suku bunga dapat mengurangi daya tariknya karena tidak memberikan imbal hasil. Saat ini, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 76 basis poin hingga akhir 2025, dengan penyesuaian pertama diprediksi terjadi pada Juni.
Dari sisi permintaan, China kembali melanjutkan pembelian emas untuk bulan keempat berturut-turut pada Februari, menurut laporan dari Bank Sentral China.
Proyeksi Pekan Ini
Ekspektasi kenaikan harga emas masih kuat pekan ini, dengan mayoritas analis dan investor ritel memperkirakan tren positif.
Dalam survei Kitco News, sebanyak 67 persen analis Wall Street memperkirakan harga emas akan naik, sementara hanya 5 persen yang memprediksi penurunan, dan 28 persen memproyeksikan pergerakan stagnan. Dari 251 investor ritel yang ikut serta dalam survei, 67 persen memperkirakan kenaikan harga emas, 18 persen memprediksi penurunan, dan 26 persen melihat konsolidasi pasar.
Adrian Day, Presiden Adrian Day Asset Management, menyatakan bahwa fase koreksi harga emas telah berakhir, dan tren kenaikan akan terus berlanjut.
"Ketahanan harga emas pasca pemilu cukup kuat. Faktor-faktor pendorong masih ada, dan kami melihat potensi rekor harga baru dalam waktu dekat," ujarnya.
Senada, Rich Checkan, Presiden dan COO Asset Strategies International, menilai bahwa ketidakpastian di pasar saham dan kekhawatiran inflasi masih menjadi faktor utama yang mendukung kenaikan harga emas.
Sementara itu, Darin Newsom, Analis Senior Barchart.com, menekankan bahwa permintaan emas sebagai aset safe haven tetap tinggi di tengah ketidakpastian geopolitik dan kondisi ekonomi global yang fluktuatif. Ia juga menambahkan bahwa meningkatnya pembicaraan mengenai potensi resesi menjadi faktor tambahan yang mendukung harga emas.
Namun, Colin Cieszynski, Kepala Strategi Pasar di SIA Wealth Management, mengambil sikap lebih netral.
Menurutnya, emas saat ini sedang mengonsolidasi keuntungannya setelah reli kuat di awal tahun.
"Emas sudah naik dari USD2.600 ke USD2.900 sejak awal tahun. Sekarang pertanyaannya, apakah harga emas sudah sepenuhnya mencerminkan perlambatan ekonomi dan pelemahan dolar AS, atau justru ada potensi koreksi?" ungkapnya.
Ia menilai bahwa pergerakan emas selanjutnya akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan The Fed serta dinamika mata uang global.
Fokus investor pekan ini tertuju pada data inflasi AS, dengan laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis pada Rabu dan Indeks Harga Produsen (PPI) pada Kamis.
Selain itu, keputusan suku bunga Bank of Canada serta laporan ketenagakerjaan AS, termasuk data JOLTS job openings dan klaim pengangguran mingguan, juga akan menjadi perhatian utama pasar.(da*)