![]() |
ilustrasi |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa sejumlah wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau sejak Maret 2025. Namun, apakah fenomena El Nino berpotensi membuat musim kemarau kali ini lebih panas?
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini cenderung berada dalam kondisi normal tanpa pengaruh signifikan dari El Nino Southern Oscillation (ENSO) maupun Indian Ocean Dipole (IOD).
Meski demikian, beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami musim kemarau dengan curah hujan lebih tinggi dari biasanya.
"Karena tidak ada dominasi fenomena iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD, kami memprediksi iklim tahun ini akan normal. Tidak sekering tahun 2023 yang menyebabkan banyak kebakaran hutan, dan musim kemarau 2025 diperkirakan akan mirip dengan tahun 2024," kata Ardhasena, dikutip dari laman resmi BMKG, Kamis (13/3).
Pemantauan suhu muka laut pada awal Maret 2025 menunjukkan bahwa fenomena La Nina di Samudra Pasifik telah beralih ke fase ENSO Netral. Hal serupa terjadi pada IOD di Samudra Hindia yang juga berada dalam fase Netral. BMKG memperkirakan kedua fenomena ini akan tetap Netral sepanjang musim kemarau tahun ini.
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa puncak musim kemarau diperkirakan terjadi antara Juni hingga Agustus. Pergantian musim ini dipicu oleh peralihan angin Monsun Asia (angin barat) menjadi Monsun Australia (angin timur).
"Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami puncak musim kemarau pada Juni, Juli, dan Agustus 2025," jelas Dwikorita.
Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologi periode 1991-2020, awal musim kemarau 2025 diperkirakan terjadi sesuai dengan normalnya di 30 persen zona musim (ZOM), mengalami kemunduran di 204 ZOM, dan lebih awal di 104 ZOM.
Wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau sesuai dengan pola biasanya meliputi Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta sebagian Maluku dan Maluku Utara.
Sementara itu, daerah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih lambat dari biasanya mencakup Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, sebagian Maluku Utara, dan Merauke.(da*)