Notification

×

Iklan

Zig-Zag Kenyamanan: Bisakah dari Kayu, Minyak Tanah dan ke Gas LPG, Kembali ke Kayu dengan Ketidaknyamanan?

Rabu, 05 Februari 2025 | 10:50 WIB Last Updated 2025-02-05T04:02:36Z

Yazid Bindar.

Oleh: Yazid Bindar*


"Dari Kesulitan ke Kemudahan: Transformasi Energi Rumah Tangga”


Rakyatterkini.com - Sejarah penggunaan bahan bakar dalam rumah tangga adalah perjalanan panjang dari kesulitan menuju kemudahan. Dahulu, kayu bakar adalah sumber utama energi termal untuk memasak. 


Proses menyiapkan kayu, menyalakan api, dan menjaga nyala agar stabil membutuhkan waktu dan tenaga. Asap pekat yang dihasilkan bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan. Namun, di masa lalu, itu adalah satu-satunya pilihan yang tersedia.


Ketika minyak tanah diperkenalkan sebagai bahan bakar rumah tangga, perubahan besar terjadi. Bahan bakar cair ini jauh lebih mudah digunakan dibandingkan kayu. Nyala api bisa dikendalikan, tidak ada asap berlebih, dan proses memasak menjadi lebih cepat. 


Meskipun demikian, minyak tanah masih memiliki tantangan tersendiri, seperti bau yang menyengat dan risiko tumpahan yang bisa membahayakan. Namun, kenyamanan ini hanya sementara karena munculnya alternatif yang lebih praktis: LPG (Liquefied Petroleum Gas).


Puncak Kemudahan: Era LPG yang Memanjakan


LPG membawa revolusi dalam dunia memasak. Tidak perlu lagi repot menyalakan api dengan kayu atau menuangkan minyak tanah ke kompor. Cukup putar knop, api biru langsung menyala dengan panas yang stabil. 


LPG juga lebih bersih, lebih efisien, dan lebih mudah dikontrol. Kehidupan rumah tangga pun menjadi semakin praktis dan nyaman. Ini adalah puncak dari transformasi bahan bakar, dari padat ke cair, hingga akhirnya menjadi gas.


Namun, di balik kenyamanan ini, ada realitas yang sering diabaikan: LPG adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui. Cadangannya di bumi tidak akan bertahan selamanya. Ketika sumber daya ini semakin menipis dan harga semakin melambung, kita harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa era LPG yang memanjakan ini tidak akan bertahan lama. 


Cepat atau lambat, masyarakat akan dipaksa untuk kembali mencari alternatif lain, yang kemungkinan besar tidak sepraktis LPG.


Masa Depan: Kembali ke Ketidaknyamanan?


Ketika LPG semakin langka dan mahal, kemungkinan besar kita akan menghadapi masa transisi ke bahan bakar yang lebih berkelanjutan. Namun, tidak seperti transisi sebelumnya yang selalu membawa kenyamanan lebih, transisi kali ini bisa jadi justru membawa kita kembali ke ketidaknyamanan. 


Energi terbarukan seperti biomassa atau biogas memang lebih ramah lingkungan, tetapi penggunaannya masih belum sepraktis LPG. Infrastruktur yang belum merata, ketersediaan yang terbatas, serta proses produksi yang lebih rumit bisa membuat masyarakat kesulitan beradaptasi.


Bayangkan jika rumah tangga harus kembali mengandalkan kayu atau bahan bakar berbasis limbah organik dengan teknologi yang jauh dari kenyaman bahan bakar LPG. Kenyamanan yang selama ini dinikmati akan terkikis, dan banyak orang mungkin baru menyadari betapa berharganya era LPG ketika sudah terlambat. Ini adalah siklus zig-zag kehidupan: dari kesulitan ke kenyamanan, lalu kembali ke kesulitan.


Belajar dari Sejarah: Bersiap Menghadapi Masa Depan


Fenomena ini bukan hanya soal bahan bakar rumah tangga, tetapi cerminan dari bagaimana manusia selalu mengejar kenyamanan dengan mengandalkan sumber daya yang terbatas. Sejarah energi menunjukkan bahwa setiap kemajuan memiliki batasnya. 


Kita telah melihat bagaimana kayu digantikan minyak tanah, lalu minyak tanah digantikan LPG. Kini, saat cadangan LPG semakin menipis, kita harus berpikir jauh ke depan.


Bersiap menghadapi transisi energi bukan berarti pasrah menerima ketidaknyamanan. Justru, ini adalah saatnya untuk mendorong inovasi dalam energi terbarukan agar bisa menjadi solusi yang benar-benar berkelanjutan. 


Jika tidak, kita mungkin akan menghadapi skenario terburuk: kembali ke metode yang lebih sulit, lebih mahal, dan kurang praktis. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap menghadapi kenyataan ini, atau akan terus terlena sampai saatnya tiba? * (Guru Besar Teknik Kimia ITB Bandung)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update