Notification

×

Iklan

Solusi Krisis Kelahiran, Korea Selatan Disarankan Kurangi Jam Kerja

Senin, 24 Februari 2025 | 22:00 WIB Last Updated 2025-02-24T15:00:00Z

ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Para peneliti mengungkapkan bahwa salah satu solusi untuk mengatasi krisis angka kelahiran di Korea Selatan adalah dengan mengurangi jam kerja menjadi 35 jam per minggu.


Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, jam kerja yang terlalu panjang menyebabkan pasangan muda di Korea Selatan enggan untuk berkeluarga. Temuan ini dipublikasikan oleh Gyeonggi Research Institute (GRI).


Penelitian menunjukkan bahwa angka kelahiran yang sangat rendah di negara tersebut berkaitan erat dengan budaya kerja yang menuntut jam kerja panjang demi kemajuan karier.


Saat ini, Korea Selatan memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia. Data pemerintah tahun 2023 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah bayi yang diperkirakan lahir dari seorang wanita selama masa reproduksinya turun menjadi 0,72, lebih rendah dibandingkan angka sebelumnya yang mencapai 0,78.


Menurut peneliti dari GRI, Korea Selatan saat ini menerapkan aturan jam kerja maksimal 52 jam per minggu, yang terdiri dari 40 jam kerja standar ditambah 12 jam lembur. Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak tahun 2018.


Kondisi tersebut dinilai tidak memberikan keseimbangan yang cukup antara kehidupan pribadi dan pekerjaan bagi mereka yang ingin berkeluarga.


Dalam survei yang dilakukan GRI pada tahun 2024 terhadap 1.000 pekerja berusia 20 hingga 59 tahun, jam kerja yang berlebihan disebut sebagai kendala utama dalam menyeimbangkan tanggung jawab keluarga. Sebanyak 26,1 persen pria dan 24,6 persen wanita menganggap jam kerja panjang sebagai hambatan terbesar dalam kehidupan mereka.


Keinginan untuk pengurangan jam kerja ini paling tinggi di kalangan pasangan suami istri yang keduanya bekerja. Mereka berharap dapat mengurangi durasi kerja harian mereka sekitar 84 hingga 87 menit.


GRI merekomendasikan agar lembaga publik menjadi pelopor dalam penerapan jam kerja yang lebih singkat, termasuk mempertimbangkan sebagian waktu perjalanan sebagai jam kerja yang dibayar.


"Selisih sekitar satu jam antara jam kerja aktual dan jam kerja yang diinginkan paling signifikan dirasakan oleh pasangan yang memiliki anak. Mengurangi jam kerja legal menjadi 35 jam per minggu merupakan langkah yang diperlukan," ujar Yoo Jeong-gyun, peneliti dari GRI, dikutip dari South China Morning Post.


Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Selatan semakin aktif dalam mengeksplorasi kebijakan pengurangan jam kerja guna meningkatkan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan serta menghadapi tantangan demografi. Pada tahun 2024, provinsi Gyeonggi telah memulai uji coba sistem kerja empat hari dalam seminggu dengan melibatkan lebih dari 50 organisasi.


Program ini memberikan fleksibilitas bagi para pekerja untuk memilih antara pengurangan jam kerja setiap dua minggu atau pemangkasan jam kerja harian.(da*)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update