![]() |
Negeri kecil Nauru. |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Negara kepulauan di Pasifik, Nauru, memutuskan untuk menjual kewarganegaraannya kepada masyarakat global. Langkah ini diambil guna menggalang dana untuk menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut yang berpotensi menenggelamkan wilayahnya.
Presiden Nauru, David Adeang, menyebut skema ini sebagai "paspor emas," dengan biaya sebesar US$105.000 (sekitar Rp1,7 miliar) per paspor. Menurut Adeang, pemegang paspor Nauru akan mendapatkan akses bebas visa ke 89 negara, termasuk Inggris, Irlandia, Uni Emirat Arab, dan Hong Kong.
"Bagi Nauru, ini bukan hanya tentang beradaptasi dengan perubahan iklim, tetapi juga memastikan masa depan yang lebih stabil dan sejahtera bagi generasi mendatang," ujar Adeang kepada AFP, Selasa (25/2/2025).
Ia menambahkan bahwa inisiatif ini bukan sekadar untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan berkelanjutan bagi warga Nauru di masa depan.
Menurut Edward Clark, yang mengelola Program Kewarganegaraan Ketahanan Ekonomi dan Iklim Nauru, pendanaan iklim yang ada saat ini masih belum mencukupi untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Program paspor emas ini diharapkan dapat menghasilkan US$5,7 juta (sekitar Rp93 miliar) dalam tahun pertamanya.
"Negara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim mengalami dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari inovasi dalam mitigasi perubahan iklim," kata Clark.
Ancaman Tenggelamnya Nauru
Nauru, yang berpenduduk sekitar 13.000 jiwa, tengah merancang rencana relokasi ke pedalaman karena krisis iklim yang semakin parah. Kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh perubahan iklim global telah mengikis wilayah pesisir negara tersebut.
Sebagai sebuah negara kecil dengan luas hanya 21 kilometer persegi, Nauru memiliki lahan yang semakin terbatas. Pulau ini dulunya kaya akan fosfat, bahan utama dalam pupuk, yang menjadikannya salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Namun, setelah eksploitasi besar-besaran, sekitar 80% wilayahnya kini tidak dapat dihuni.
Para ilmuwan mencatat bahwa kenaikan permukaan laut di Nauru terjadi 1,5 kali lebih cepat dibanding rata-rata global, meningkatkan risiko hilangnya daratan yang tersisa.
Kontroversi Program Paspor Emas
Meski diharapkan menjadi solusi ekonomi, skema paspor emas ini menuai kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan oleh pelaku kejahatan. Henrietta McNeill, peneliti Pasifik dari Universitas Nasional Australia, menyoroti bahwa paspor ini bisa dimanfaatkan untuk menghindari hukum, melakukan pencucian uang, atau menyalahgunakan fasilitas bebas visa.
Nauru sendiri pernah mengalami kegagalan dalam program serupa. Pada tahun 2003, negara ini menjual paspor kepada anggota Al Qaeda yang kemudian ditangkap di Asia.
Namun, Clark menegaskan bahwa kali ini proses seleksi akan lebih ketat. "Program ini tidak hanya tentang mendapatkan paspor lain, tetapi juga menjadi bagian dari komunitas yang berkomitmen mencari solusi untuk tantangan global," ujarnya.(da*)