 |
| ilustrasi |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Kementerian Agama (Kemenag) akan menyelenggarakan Sidang Isbat untuk menentukan awal Ramadan 1446 Hijriah pada 28 Februari 2025. Sidang ini akan menjadi acuan resmi bagi umat Islam di Indonesia dalam memulai ibadah puasa. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, dijadwalkan memimpin jalannya sidang.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa sidang isbat akan berlangsung di Auditorium H.M. Rasjidi, Kementerian Agama, Jakarta Pusat.
"Sidang ini akan dihadiri oleh berbagai pihak, seperti perwakilan ormas Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ahli falak, serta perwakilan dari DPR dan Mahkamah Agung," jelasnya, Kamis (27/2/2025).
Tahapan Sidang Isbat
Menurut Abu Rokhmad, sidang isbat akan melalui tiga tahapan. Pertama, pemaparan data posisi hilal berdasarkan perhitungan astronomi. Kedua, verifikasi hasil pemantauan hilal dari berbagai lokasi di Indonesia.
"Terakhir, dilakukan musyawarah dan pengambilan keputusan, yang hasilnya akan diumumkan kepada masyarakat," tambahnya.
Ia mengajak masyarakat menunggu hasil sidang isbat serta pengumuman resmi dari pemerintah terkait awal Ramadan 1446 H. Hal ini sejalan dengan fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 mengenai penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
"Kami berharap umat Islam di Indonesia bisa memulai ibadah Ramadan secara bersama-sama," ujar Abu Rokhmad.
Perhitungan Hisab dan Pemantauan Hilal
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menambahkan bahwa berdasarkan perhitungan hisab awal Ramadan 1446 H, ijtimak akan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 07.44 WIB. Pada hari yang sama, ketinggian hilal di Indonesia berkisar antara 3° 5,91' hingga 4° 40,96', dengan sudut elongasi antara 4° 47,03' hingga 6° 24,14'.
"Dari sisi astronomi, ada indikasi kuat bahwa hilal akan dapat terlihat. Namun, keputusan akhir tetap menunggu hasil sidang isbat yang akan diumumkan oleh Menteri Agama," jelas Arsad.
Perhitungan hisab ini akan dikonfirmasi melalui metode rukyatul hilal atau pemantauan hilal secara langsung. Kemenag akan bekerja sama dengan kantor wilayah di berbagai daerah untuk melakukan pemantauan di beberapa titik di seluruh Indonesia. Hasil pengamatan ini kemudian akan menjadi bahan pertimbangan dalam sidang isbat.
Sejarah Sidang Isbat di Indonesia
Menurut catatan Kementerian Agama, sidang isbat telah menjadi tradisi di Indonesia dalam menentukan awal Ramadan dan Idul Fitri. Sidang ini dipimpin oleh Menteri Agama dan dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk MUI, DPR, ahli falak dari ormas Islam, serta astronom dari lembaga akademik. Selain itu, duta besar negara sahabat juga kerap menghadiri sidang ini.
Sidang isbat bertujuan untuk memastikan penetapan awal dan akhir Ramadan secara nasional, meskipun ada ormas Islam yang telah mengumumkan lebih awal berdasarkan metode perhitungan mereka masing-masing. Namun, hasil sidang yang diselenggarakan pemerintah tetap menjadi pedoman bagi sebagian besar masyarakat.
Sejak berdirinya Kementerian Agama di era Presiden Soekarno, penetapan hari raya keagamaan dianggap penting dan diatur dalam regulasi pemerintah. Hal ini dimulai dengan dikeluarkannya Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um Tahun 1946, yang mengatur hari raya setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Sejak saat itu, penentuan hari raya setiap tahunnya dilakukan oleh Menteri Agama.
Beberapa sumber menyebut bahwa sidang isbat mulai diterapkan pada dekade 1950-an, sementara ada yang menyebut 1962 sebagai tahun pertama pelaksanaannya. Sidang ini biasanya dilakukan setiap tanggal 29 Sya’ban untuk menentukan 1 Ramadan, serta 29 Ramadan untuk menentukan 1 Syawal atau Idul Fitri. Selain itu, sidang isbat juga dilakukan untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah dalam rangka menentukan Hari Raya Idul Adha.(da*)
