![]() |
Rusia-Ukraina |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Di tengah konflik Rusia-Ukraina yang kini memasuki tahun keempat, pemerintah Inggris memperkenalkan paket sanksi terbesar terhadap Moskow sejak 2022. Langkah ini bertujuan untuk melemahkan kemampuan Rusia dalam melanjutkan perang.
Dilansir oleh Newsweek pada Selasa (25/2/2025), paket sanksi ini mencakup 107 kebijakan baru yang menargetkan "armada bayangan" Rusia, rantai pasokan militer, serta individu dan lembaga keuangan yang berperan dalam mendukung ekonomi Rusia guna membiayai pertempuran.
Selain itu, Inggris juga berupaya menekan pendapatan energi Rusia guna membatasi sumber dana yang dapat digunakan Presiden Vladimir Putin dalam agresi militernya terhadap Ukraina.
Langkah ini diambil tak lama setelah pertemuan antara pejabat Rusia dan Amerika Serikat (AS) di Arab Saudi untuk membahas kemungkinan negosiasi damai. Namun, diskusi tersebut justru memicu ketegangan antara AS dan sekutu Eropanya, karena Ukraina dianggap tidak dilibatkan secara langsung dalam pembicaraan tersebut.
Target Sanksi
Secara spesifik, kebijakan baru ini menyasar 40 kapal yang tergabung dalam "armada bayangan" Rusia, yang digunakan untuk menghindari sanksi perdagangan minyak. Dengan keputusan ini, Inggris menjadi negara Eropa dengan jumlah sanksi terbanyak terhadap kapal Rusia, yaitu sebanyak 133 kapal.
Tak hanya itu, Inggris juga menargetkan rantai pasokan militer Rusia, termasuk pejabat pertahanan Korea Utara yang diduga terlibat dalam pengiriman senjata dan personel ke Rusia.
Lebih lanjut, sanksi ini juga dikenakan kepada 14 individu asal Rusia yang mendanai sektor ekonomi yang berkaitan dengan perang, serta beberapa lembaga keuangan asing yang turut mendukung Moskow.
Pemerintah Inggris menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk "memutus aliran dana perang Putin" sekaligus mengungkap sistem korupsi yang menopang pemerintahan Rusia.
Bagian dari Rencana Besar Inggris
Paket sanksi ini merupakan bagian dari "Rencana Perubahan" yang diusung Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. Rencana tersebut mencakup reformasi politik, sosial, dan ekonomi di Inggris, dengan dukungan terhadap Ukraina sebagai salah satu prioritas utama dalam menjaga prinsip kebebasan dan keterbukaan global.
Dalam pidato video yang disampaikan di KTT Dukungan untuk Ukraina di Kyiv pada Senin (24/2/2025), Starmer menekankan pentingnya meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Rusia.
"Kita harus terus memperkuat tekanan ekonomi hingga Putin tidak hanya bersedia untuk berbicara, tetapi juga siap memberikan konsesi nyata," ujar Starmer.
"Hari ini, kami mengumumkan paket sanksi terbesar sejak perang dimulai. Sasaran utama kami adalah armada bayangan Rusia serta perusahaan di China dan negara lain yang memasok komponen militer ke Rusia," tambahnya.
Starmer juga menyatakan bahwa ia akan mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan para pemimpin negara-negara G7 untuk mendorong tindakan yang lebih tegas.
"G7 harus siap mengambil risiko lebih besar, termasuk memperketat batas harga minyak, memberlakukan sanksi terhadap perusahaan minyak Rusia, serta menargetkan bank yang membantu Moskow menghindari sanksi," ungkapnya.
Komitmen Inggris dan Respons Ukraina
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menegaskan bahwa sanksi ini merupakan bukti nyata dari komitmen Inggris terhadap Ukraina.
"Setiap gangguan dalam rantai pasokan militer Rusia, setiap Rubel yang diblokir, dan setiap individu yang terlibat dalam agresi Putin yang berhasil diungkap, adalah langkah menuju perdamaian yang adil dan langgeng," kata Lammy.
"Perdamaian hanya bisa dicapai dengan kekuatan. Oleh karena itu, kami fokus memastikan bahwa Ukraina berada dalam posisi sekuat mungkin," lanjutnya.
Dari pihak Ukraina, Perdana Menteri Denys Shmyhal menyampaikan apresiasinya melalui platform media sosial X.
"Kami berterima kasih kepada Inggris dan Perdana Menteri @Keir_Starmer atas dukungan penting mereka dalam memperkuat pertahanan Ukraina. Pengumuman bantuan militer senilai £4,5 miliar ($5,6 miliar) untuk tahun ini sangat berarti bagi kami. Kami juga sangat menghargai sanksi tegas baru terhadap Rusia. Sekali lagi, Inggris menunjukkan kepemimpinannya dalam mempertahankan nilai-nilai dunia bebas," tulisnya. (da*)