![]() |
Prinsipal Dewi Aorora, didampingi kuasa hukum termohon, Sendo Phangestu. | Foto Humas/Ifa |
Jakarta, Rakyatterkini.com - Istilah saksi bayangan kembali muncul dalam persidangan lanjutan Perkara Nomor 13/PHPU.WAKO-XXIII/2025 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) walikota dan wakil walikota Padang Panjang 2024.
Persidangan Majelis Panel Hakim 1 dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi dua anggota Daniel Yusmic P. Foekh, dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah ini memasuki agenda mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak, pada Selasa (21/1/2025) di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang Panjang selaku termohon, melalui kuasa hukumnya, Sendi Phangestu Prawira Nagara menyampaikan jawaban terhadap dalil-dalil pemohon.
Di antara dalil-dalil permohonan yang dijawab termohon, berkaitan dengan dugaan politik uang sebesar Rp300 ribu. Dalil permohonan tersebut ditolak oleh termohon karena tidak adanya rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Padang Panjang.
Pada faktanya, hingga saat ini, termohon belum menerima rekomendasi apapun dari Bawaslu selaku lembaga yang berwenang. Oleh karena itu, dengan tegas kami menolak posita permohonan a quo," ujar Sendi di dalam persidangan.
Senada dengan termohon, Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Padang Panjang Nomor Urut 3 Hendri Arnis dan Allex Saputra juga tidak membenarkan dugaan money politik tersebut.
Menurut Hendri-Allex yang diwakili kuasa hukumnya, money politik, terlebih menggunakan saksi bayangan merupakan tudingan yang keliru. Sebab istilah saksi bayangan tidaklah termaktub di dalam Undang-Undang Pemilu.
Dengan menyebutkan kamuflase pembagian surat tugas sebagai saksi bayangan sebanyak 1.600 dengan biaya Rp300 yang dibayarkan transfer. "Kami sampaikan bahwa keterangan itu tidak benar, keliru, dan kabur. Bahwa Undang-Undang Pemilu tidak mengenal saksi bayangan," ujar kuasa hukum pihak terkait, Muhammad Nur Idris.
Iat juga berargumen bahwa semestinya mereka memperoleh suara hingga 16.000 jika tudingan tersebut benar. Sebab berdasarkan dalil Permohonan, tertera bahwa 1.600 saksi bayangan ditugaskan mencari masing-masing 10 pemilih.
"Namun faktanya Paslon nomor urut 3 hanya memperoleh suara 12.684," kata Idris.
Setelah memaparkan Jawaban dan Keterangan, Termohon dan Pihak Terkait masing-masing mengajukan petitum yang isinya meminta agar Majelis Hakim Konstitusi tetap menyatakan bahwa Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Padang Panjang Nomor 265 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Padang Panjang Tahun 2024 sah dan mengikat. (humas mk)