Notification

×

Iklan

Eksistensi Perempuan dalam Falsafah Minangkabau "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah"

Jumat, 24 Januari 2025 | 00:00 WIB Last Updated 2025-01-23T17:00:00Z


Penulis: Abdul Jamil Al Rasyid 
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas


RAKYATTERKINI.COM - Orang Minangkabau sudah terkenal sejak dahulunya dengan adat yang sangat keras menyangkut aurat, terlebih lagi mengenai perempuan. 

Di adat Minangkabau menempatkan perempuan sebagai ‘Bundo Kanduang’ dan ‘Limpapeh Rumah Nan Gadang’ yang artinya hina mulia sebuah kaum terletak pada perempuan di ranah tersebut, yaitu perempuan yang mampu menjaga dirinya dengan cara menutup aurat.

“Adat basandi syara’-syara’ basandi kitabullah, adat bapaneh syara’ balinduang-syara’ mangato adat mamakai! Itulah falsafah khas urang Minang. Seluruh elemen masyarakat Minang, apakah itu ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, dan bundo kanduang, wajib memerintahkan umat dan anak kemenakan. Perempuan di Minangkabau adalah sebagai limpapeh rumah gadang.
      
Di Minangkabau ibu sendiri dipanggil dengan sebutan mandeh, akan tetapi hal ini sekarang sudah jarang orang yang memanggil ibunya dengan sebutan mandeh tersebut. 

Ini terjadi karena pergesaran nilai budaya, seakan-akan masyarakat tentu tidak tahu dahulu mandeh ini sekarang sudah tidak ada lagi. Masyarakat sekarang sudah jarang melakukan panggilan ini. Tetapi hal ini tentu tidak mengurangi peran ibu di Minangkabau ada beberapa peran ibu di Minangkabau.

Perempuan adalah ibu kita, kita lahir dari rahim perempuan maka tentu kita harus menghormati hak-hak perempuan. Tindakan kelemahan terhadap perempuan tidak perlu dilakukan karena itu adalah tindakan yang salah.

Di dalam karya sastra dan kenyataan sering terlihat penganiayaan terhadap kaum perempuan. Perempuan sekarang sudah bergeser karena tidak setiap perempuan menjadi pemimpin dalam sebuah rumah tangga adanya kepentingan serta arogamsi pihak yang kuat membuat perempuan seakan berada di bawah menjadi penghambat tersendiri bagi perempuan itu untuk berkembang. 

Ini tidak jarang terlihat dari sebuah karya sastra yang mana perempuan itu berada satu level di bawah laki-laki, hal ini tentu tidak baik karena di Indonesia perempuan sudah dihormati karena ada hari kartini dam sebagainya. 

Di Minangkabau sendiri perempuan begitu dihormati karena Minangkabau menggunakan sistem matrilineal, hak perempuan lebih  dihargai dan dihormati oleh khalayak. 

Agama Islam juga menempatkan Ibu di posisi yang paling mulia. Bahkan anak diwajibkan lebih dulu hormat kepada ibu sebelum kepada ayahnya. Ini tertulis dalam Alquran di Surat Luqman ayat ke 14.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya  kepada-Ku lah kamu kembali”

Dalam hadis riwayat Abu Hurairah Radiyallahu’annhu, Rasulullah menyuruh kita untuk berbuat baik tiga kali lebih besar kepada ibu dibanding bapak.

“Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakan aku harus berbakti pertama kali?’. Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu’. Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’, Nabi SAW menjawab ‘Ibumu’.

Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’, beliau menjawab ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘ Kemudian siapa lagi,’ Nabi menjawab ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal, yaitu garis keturunan ibu. Perempuan di minangkabau juga sering di sebut bundo kanduang yaitu perempuan yang diberi kehormatan dan keutamaan menurut adat.

Sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan dari pihak ibu saja. Anak akan terhubung dengan ibunya, termasuk terhubung dengan kerabat ibu, berdasarkan garis keturunan perempuan secara unlateral.

Konsekuensi sistem kekerabatan ini yaitu keturunan dari garis ibu dipandang sangat penting. Dalam urusan warisan, misalnya, orang dari garis keturunan ibu mendapatkan jatah lebih banyak dari garis bapak. Sistem kekerabatan ini bisa dijumpai pada masyarakat Minangkabau dan Semando.

Sebuah gurindam indah Minangkabau menggambarkan posisi, peran dan fungsi perempuan secara elok dan holistik.

"Limpapeh rumah nan gadang. Amban puruak pegangan kunci. Amban puruak aluang bunian. Pusek Jalo kumpulan tali. Hiasan dalam nagari” Bundo Kanduang adalah limpapeh rumah gadang atau penyangga rumah gadang. Rumah gadang, rumah keluarga. Perempuan adalah tiang penyangga suatu rumah.

Maka, perempuan memegang posisi sentral dan strategis dalam keluarga dan masyarakat. Ia adalah kunci penyelesaian semua masalah keluarga, manajer, problem shooter (amban puruak; pegangan kunci, amban puruak aluang bunian). 

Perempuan adalah pemersatu dan penyelaras segala perbedaan (pusek jalo kumpulan tali). Perempuan adalah penjaga adat, nilai dan peradaban (hiasan dalam nagari). 

Masalah perempuan yang di pandang lemah dan tidak bisa punya cita-cita, mungkin ini di karenakan oleh adat terdahulu yang mengharuskan perempuan itu tidak boleh berkeliaran, mereka hanya boleh keluar jika memang perlu kalau tidak ada perlu mereka cukup di rumah menjaga rumah. 

Menurut saya penyebab adanya karya-karya satra yang berisi tentang perempuan itu lemah itupun dilandasi masa lalu itu tadi, jadi sang pencita karya terinspirasi atau memiliki ide untuk karyanya memalui pengalaman dia yang menemukan sebuah cerita bahwa dahulu kedudukan perempuan itu terbatas.

Namun berbeda dengan sekarang, sekarang perempuan sadar akan kemampuan mereka yang juga bisa setara dengan laki-laki sehinga banyak perubahan yang terjadi dalam kedudukan perempuan pada zaman sekarang. 

Menurut kami jika masih ada yang mengatakan perempuan itu lemah dan tidak akan bisa mempunyai cita-cita itu salah, karna di lihat dan telah banyak terbukti bahwa perempuan juga bisa bersaing dengan laki-laki. 

Dalam Falsafah Abs-Sbk di bidang adat dan juga agama tentu adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain, dalam bidang agama misalnya perempuan hari ini di Minangkabau tentu masih banyak yang menggunakan jilbab ketika pergi ke luar rumah misalnya. 

Hal ini sudah mencerminkan falsafah Abs-Sbk itu sendiri, karena dengan menggunakan jilbab itu sudah mencerminkan falsafah orang Minangkabau itu sendiri. Sekarang perempuan di Minangkabau tentu sudah tau akan hal ini. 

Ajaran islam yang begitu kental dengan masyarakat Minangkabau membuat perempuan juga ikut merasakan bagaimana pakaian muslim itu dipakai oleh perempuan di Minangkabau. (*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update