Notification

×

Iklan

"Kenapa Kabau Sirah Lemah…?”

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:38 WIB Last Updated 2024-10-19T10:05:15Z

Rizal Rajo Alam

Padang, Rakyatterkini.com Sampai pekan ke delapan, Kompetisi Liga 1 tahun 2024-2025, nasib apes masih mengiringi langkah Kabau Sirah, julukan Tim Semen Padang. Dari delapan laga yang telah dilalui, baru mengkoleksi empat poin dari hasil sekali menang, sekali seri dan enam kekalahan. 


Kini, sementara tim yang bermarkas di Bukit Indarung itu berada di peringkat 16 dari 18 kontestan kompetisi kasta terbaik sepakbola Indonesia. Baru mampu menjebol gawang lawan sebanyak enam gol, namun kemasukan 13 gol.


Sungguh sebuah ironi. Sebagai klub satu-satunya yang masih tersisa dari era galatama sampai saat ini, tak kunjung memeperlihatkan peformanya sebagai klub sarat pengalaman dan didanai oleh BUMN. Apalagi konon, Semen Padang termasuk klub yang sedikit royal dalam belanja pemaian musim ini. Angkanya mencapai Rp53,6 miliar.


Ditilik dari jumlah  angka, memang tak terlalu besar jika dibandingkan dengan klub elite lainnya. Seperti Persib dan Dewa United, lebih dari 80 miliar. Bahkan angka 53 miliar masih jauh di bawah klub promosi lainnya Malut United. Mereka menghabiskan kocek belanja pemain mencapai 79 miliar. Namun  lebih tinggi dibanding klub asal Papua yang kemarin mengalahkan Semen Padang 2-3, PSBS Biak Klub yang kini ditukangi pelatih senior asal Sumbar, mempermalukan Abus, hanya menghabiskan dana 50 miliar.


Persita, Madura United dan Arema juga di bawah klub kebanggaan urang awakn itu. Nahkan klub asal Malang, hanya menghabiskan sekitar 45,5 miliar. Namun angka-angka tersebut tidak mengimplementasikan prestasi yang dicapai.


Angka-angka tersebut tidak berbanding lurus dengan perolehan poin, setidaknya sampai pekan ke delapan musim ini. PSBS Biak,  Persita dan Arema menduduki urutan 8, 9 dan 10 klasemen sementara. Hanya Madura United yng berada di bawah Semen Padang.


Sekali lagi, nilai angka bukan jaminan untuk bisa memberi nilai prestasi. Tetapi angka tersebut bisa dijadikan tolok ukur kemampuan manajemen dalam membeli pemain. Mampu melihat barang yang setara dengan kualitasnya.


Harga mahal belum tentu berkulitas mahal. Sebaliknya harga murah tidak identik dengan murahan. Didalam kemampuan dan kejelian manajemen dari pelatih menilik siapa dan seberapa kualitas yang akan direkrut.


Jika pola standar itu sudah dilalui, biasanya kualitas bisa dipertaruhan. Setidaknya, tidak terjadi ekspektasi yang berbeda dari yang diharapkan. Sehingga tidak perlu ada kabar petakut bagi seorang pelatih akan mengalami nasib buruk di awal-awal kompetisi.


Lalu bagaimana dengan Semen Padang?


Saya tidak dalam kapasitas menilai, karena berada di luar lingkungan mereka. Ini dikembalikan kepada pemegang otoritas klub untuk menilai dan bertindak. Namun yag pasti korbvan sudah jatuh. Pelatih Hendri Susilo sudah dibuang dan diganti pelatih baru asal Portugal.


Kalau kekalahan beruntun itu karena kemampuan pelatih yang tak akurat dalam menerapkan pola permainan, tak jeli dalam menempatkan pemain, atau tak lihai dalam membaca pola permainan lawan, mestinya saat dijamu PSBS Biak bisa menunjukkan perubahan signifikan. Kurang apa Eduardo Almeida?


Tetapi Eduardo menjawab permasalahannya sendiri. Intinya ia menyebut tim Kabau Sirah dalam masalah. Tak lain dan tak bukan adalah soal kualitas pemain yang dimiliki.


Hal yang tidak jauh berbeda dari apa yang pernah saya sampaikan kepada  pemegang kekuasaan dalam tim. Sampai putaran pertama berakhir, tidak banyak yang bisa dibuat. Tak akan banyak yang bisa diubah, sampai jendela transfer paruh musim dibuka.


Satu-satunya yang masih mungkin dilakukan adalah menambah motivasi dan mental pemain. Mungkin juga menambah kekuatan fisik yang dimiliki sebagian pemain karena faktor usia. Termasuk pemain asing yang secara teknis nyaris sama dengan pemain lokal.


Bahkan ada yang melakukan penilaian lebih ekstrim. Kualitas pemain SPFC saat ini tak jauh berbeda dengan kualitas pemain saat berkompetisi di Liga 2 musim lalu.


Memang ada sejumlah pemain berpengalaman dan termasuk pemain bintang, seperti Bayu Gatra. Namun pesepakbola asal Jombang itu bukan lagi bintang yang tengah bersinar, tetapi bintang di siang hari. Meredup di tengah bintang muda lainnya.


Bukan Kabau Sirah tak punya bintang sama sekali. Tapi tak cukup satu atau dua bintang. SP butuh   banyak bintang, Tak cukup hanya Muhammad Iqbal dan Kenneth Ngwoke. Butuh penyeimbang di semua lini.


Yakinlah Kabau Sirah terseok bukan karena sudah tua (1980-2024). Lemah, juga bukan karena tak cukup makan dan kurang gizi. Tapi karena kekurangan kualitas pemain,  seperti kata Eduado. Artinya, ini masalah teknis.


Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi sisa putaran pertama?


Support dan motivasi yang harus ditingkatkan. Mental dan fisik yang bisa ditambah. Kalau perlu hadirkan motivator dan konsultan mental untuk menjaga peforma biar tak bertambah banyak. (*)



IKLAN



×
Berita Terbaru Update