Notification

×

Iklan

Krisis Kepemimpinan di Pariaman, Ancaman Terhadap Demokrasi dan Pelayanan Publik

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB Last Updated 2024-04-22T13:00:00Z


Oleh: Syafrial Suger
Penulis Wartawan Rakyatterkini.com

RAKYATTERKINI.COM  -  Peralihan kepemimpinan dari Genius Umar ke Pj Wako Pariman, Roberia selalu menjadi pusat sorotan di lingkungan Pemerintah Kota Pariaman dan masyarakat di daerah itu.

Masa jabatan Wali Kota Pariaman Genius Umar bersama Mardison Mahyuddin berakhir Senin (9/10/2023) lalu.

Untuk mengisi kekosongan jabatan itu Mendagri Tito Karnavian menunjuk Penjabat Wali Kota untuk daerah tersebut.

Untuk Pj Wali Kota Pariaman ditunjuk Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI, Roberia. Pj Roberia mendapat amanah selama 1 Tahun.

Penunjukan pejabat kepala daerah itu berdasarkan pasal 201 Undang-Undang Pilkada. Tujuannya untuk mengisi kekosongan kepala daerah yang habis masa jabatannya.

Sebelumnya, pihak Pemko Pariaman bersama pihak legislatif mengajukan satu nama untuk Pj di daerah itu yakni Sekdako Yota Balad.

Namun, yang diingini pihak eksekutif dan legislatif di daerah itu tidak terkabulkan oleh Mendagri.

Untuk menentukan seseorang ini memiliki kompetensi atau tidak, berdasarkan kajian dan pertimbangan tim pemerintah pusat. Namun, hasil akhirnya menjadi keputusan presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Sebagai implikasi dari Pemilu serentak 2024 konsekuensi penunjukan Pj kepala daerah seperti ini harus disikapi.

Kebijakan menunjuk petugas (Pj) kepala daerah dan persoalan yang timbul saat ini menarik untuk ditelusuri. 

Terlepas dari pejabat yang ditunjuk adalah orang non partai, simpang siur, gonjang-ganjing isu-isu kepentingan tidak bisa dihindarkan sama sekali.

Mengingat Pj ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka mengemukanya kecurigaan-kecurigaan seperti itu wajar adanya.

Kecurigaan di mana adanya potensi kepentingan di tubuh pemerintahan juga tidak tertutup kemungkinan untuk menjalar ke posisi yang lebih rendah. Bahkan mempengaruhi OPD dilingkungan pemerintah.

Dengan kata lain perangkat negara pun secara tidak langsung merupakan perpanjangan tangan partai politik dalam birokrasi. 

Bukan tanpa alasan, adanya potensi untuk penguasa mempertahankan kekuasaannya kembali dengan cara-cara yang mendobrak regulasi dan rambu-rambu demokrasi. 

Baru-baru ini, Jumat 19 April hingga Senin 22 April 2024 DPRD Kota Pariaman menggelar hearing bersama OPD dan Pj Wako Roberia guna mediasi adanya konflik OPD dengan Pj Wako dalam menjalanakan roda kepemerintahan.

Terlepas dari kepentingan politik dan kepentingan lainya, dengan adanya permasalahan ini akan mengancam pelayanan publik di tengah masyarakat.  

Permasalahan ini memiliki potensi dampak buruk demokrasi dan pelayanan publik.

Sekiranya dibiarkan berlarut-larut, akan melahirkan kecurigaan politik yang berujung kepada ketidakstabilan politik dan pelayan publik.

Bentuk ketidakstabilan itu dapat dilihat bagaimana iklim dari ruang politik itu sendiri dan di lingkungan pemko itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan demokrasi, keadaan ini adalah ancaman yang besar buat demokrasi dan roda kepemerintahan itu sendiri.

Kebijakan-kebijakan yang terjadi di Pemko Pariaman seperti ini tidak baik bagi keberlangsungan demokrasi dan kepemerintahan tentunya. 

Misi untuk menegakkan good governance akan sangat sulit untuk direalisasikan ketika dalam penyelenggaraannya saja tidak bisa transparan dan syarat akan kepentingan. (**)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update