Susu kental manis. |
Painan, Rakyatterkini.com - Kebiasaan konsumsi pangan tinggi gula menjadi sorotan utama dalam upaya menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
Hasil urun rembuk Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) mengungkapkan rendahnya literasi gizi masyarakat, yang memengaruhi pola makan anak-anak karena kurangnya pemahaman gizi dalam keluarga.
Ketua bidang advokasi YAICI, Yuli Supriati, menyoroti pentingnya kampanye penanganan stunting berdasarkan persoalan nyata yang dihadapi oleh masyarakat.
Temuan ini menunjukkan bahwa fokus narasi pada ASI eksklusif perlu diperluas, karena banyak anak tidak mendapat ASI eksklusif dan beralih ke konsumsi kental manis.
Muncul pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan produk dengan kandungan gula tinggi di masyarakat, terkait ketidaksesuaian label produk kental manis dengan regulasi BPOM.
Dr. Maria Gayatri dari BKKBN menyatakan bahwa persoalan kental manis perlu mendapat perhatian lebih dalam audit kasus stunting yang sedang dilakukan oleh badan tersebut.
Pihak BKKBN mengakui belum memfokuskan diri pada orang tua yang memberikan kental manis kepada anak sebagai pengganti susu. Maria menyampaikan, "Susu kental manis ini jarang sekali dibahas di BKKBN, dan akan disampaikan ke pimpinan."
Belum adanya pembahasan susu kental manis di instansi pemerintah yang terlibat dalam penanganan stunting menjadi pertanyaan. Ini seharusnya menjadi panggilan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek konsumsi pangan dengan kandungan gula tinggi dalam perumusan kebijakan penanggulangan stunting.
Dengan demikian, langkah-langkah holistik dan berbasis bukti dapat diambil untuk mengatasi akar permasalahan gizi buruk dan stunting di Indonesia. (baron)