Notification

×

Iklan

Praperadilan Ketua KPK Nonaktif, Firli Serahkan Dokumen OTT DJKA, Tidak ada Relevansi dengan Kasusnya

Sabtu, 16 Desember 2023 | 13:28 WIB Last Updated 2023-12-16T06:28:44Z

Sidang Praperadilan Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri. | Foto detikcom

Jakarta, Rakyatterkini.com - Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (15/12/2023), Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, menyerahkan sejumlah bukti dokumen terkait penanganan kasus dugaan suap eks pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. 

Langkah ini memunculkan pertanyaan dari Polda Metro Jaya terkait relevansi bukti yang disampaikan oleh Firli.

Putu Putera Sadana, Kabid Hukum Polda Metro Jaya, mewakili Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto, menyatakan bukti yang disampaikan Firli tidak memiliki korelasi dengan kasus dugaan korupsi yang membuat Firli menjadi tersangka.

Pihak kepolisian telah mengumpulkan 159 barang bukti terkait kasus tersebut.

Putu mencatat beberapa dokumen, seperti P26 hingga P37, termasuk daftar hadir dan kesimpulan tentang operasi tangkap tangan (OTT) DJKA. 

Menurut Putu, bukti-bukti tersebut tidak sejalan dengan pokok perkara yang sedang dibahas dalam sidang praperadilan.

Putu juga menanyakan kepada ahli hukum pidana, Fachrizal Afandi dari Universitas Brawijaya, apakah dokumen yang diserahkan Firli termasuk dokumen yang perlu dirahasiakan oleh negara. 
Fachrizal menjawab bahwa jika dokumen tersebut diperoleh secara legal dan bersifat umum, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.

Fachrizal menekankan informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana seharusnya bersifat rahasia, kecuali informasi yang bersifat publik. 

Dia menjelaskan bahwa akses, perolehan, dan pengungkapan informasi yang dikecualikan dapat diancam dengan pidana dan denda sesuai dengan ketentuan hukum.

Di sisi lain, Junaedi Saibih, seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang dihadirkan sebagai ahli, menyatakan bahwa tindakan pengacara Firli membawa bukti berupa dokumen kasus DJKA tidak relevan dengan materi praperadilan. 

Menurutnya, fokus praperadilan seharusnya terkait dengan proses penetapan tersangka secara formil, bukan dokumen rahasia yang dapat membahayakan proses penyidikan.

Pendapat Junaedi menggarisbawahi bahwa dokumen rahasia seharusnya tidak boleh dibuka, mengingat potensi risiko seperti penghambatan proses penyidikan dan potensi pelarian tersangka. (*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update