Notification

×

Iklan

Dilema Olahraga Sumbar, Dimana Nurani Para Penguasa

Selasa, 27 Desember 2022 | 12:11 WIB Last Updated 2022-12-27T13:24:35Z


Oleh: Rizal Rajo Alam

SELASA pagi (27/12/2022) saya iseng menghubungi Ketua Bidang Organisasi KONI Pusat, Eman Sanusi. Beliau adalah sahabat saya sejak lama, ketika saya menjadi wartawan olahraga dan beliau menjadi pengurus salah satu cabang olahraga pusat.

Semula saya hanya ingin berdiskusi soal pesta olahraga empat tahunan PON 2024, Aceh-Sumut. Pas pula beliau baru saja pulang dari aceh dan Sumut dalam rangka persiapan kedua provinsi menjadi tuan rumah PON.

Yang pertama saya tanyakan adalah kepastian jadwal PON, apakah tetap 2024 atau tahun berikutnya, sesuai isu yang berkembang. Apalagi ada surat KONI Aceh dan Sumut yang meminta jadwal PON ditunda setahun.

Ternyata jawaban beliau adalah, PON tetap dilaksanakan sesuai jadwal awal, yakni September 2024. Itu artinya, jadwal Pra PON dan Porwil juga harus menyesuaikan, yakni di 2023, yang hanya tinggal beberapa hari lagi. Batas Pra PON adalah November 2023.

Lalu, bagaimana dengan Sumatera Barat?

Sesuai Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KONI, bahwa pemerintah bertanggungjawab atas penyelenggaraan olahraga dan dilaksanakan oleh Komite Olahraga Indonesia (KONI). Kalau di pusat diselenggarakan oleh KONI Pusat, serta di provinsi oleh KONI Provinsi.

Tetapi bagaimana dengan KONI Sumatera Barat?

Inilah yang membuat semua pelaku olahraga di Ranah ini yang merasa prihatin. Bahkan miris. Kenapa tidak?

Sejak terbetuknya kepengurusan baru enam bulan lalu, sampai kini komite olahraga propinsi itu tak berjalan sebagaimana mestinya. Antara ada dan tiada. Kondisi ini menyebabkan pemerintah provinsi dan DPRD tidak bisa mendukung dengan anggaran yang semestinya.

Buktinya, sampai hari ini, semua cabor olahraga jalan di tempat. Dikatakan ada, tetapi tak ada. Dikatakan tak ada, ternyata tetap ada. Sungguh sangat memprihatinkan. Seperti anak kehilangan apak. Bapak tiripun tak punya. 

Kalaupun ada saudara bapak, Dispora Sumbar, juga tak berdaya menghidupi anak anaknya. Si Saudara bapak dibatasi oleh aturan aturan yang mengikat, sehingga tak bisa berbuat banyak.

Kini, 2023 tinggal hitungan hari. Tak lama lagi akan sampai pada tahun pelaksanaan Pra PON maupun Porwil. Mungkin Poprov bisa kita abaikan dulu. Tetapi Pra PON dan Porwil sebagai babak kualifikasi, tak bisa dipandang sebelah mata.

Artinya menuntut mata kasat dan mata hati semua orang yang mengaku cinta terhadap olahraga Ranah Minang. Tetapi kenyataan kini, seakan-akan mereka tak punya mata. Apalagi mata hati. Mereka telah salah bersikap demi kekuasaan.

Masihkah kalian layak disebut orang orang yang mencintai olahraga Sumatera Barat?

Mungkinkah saudara yang kini menjadi Ketua KONI dan kroni-kroni saudara telah kehilangan intergritas dan kualitas diri? Sehinggan saudara tak mampu lagi mengeluarkan pikiran pikiran positif untuk membangun olahraga Sumbar sesuai janji saudara.

Terlepas dari semua persoalan yang terjadi, sehingga pengukuhan KONI pusat enam bulan lalu, seperti tak berarti. Itu mungkin karena ego dan keangkuhan diri masing-masing. Sehingga lupa kalau tujuan  awal saudara yang sebenarnya. 

Mengabdi untuk kemajuan olahraga Sumatera Barat.

Kalau sampai kini kita masih mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, itu sama artinya kalau kita telah menjerumuskan olahraga Sumbar ke jurang kehancuran. Satu periode dan momen nasional berlalu tanpa kehadiran duta-duta olahraga Ranamh yang kita cintai.

KONI Pusat sebenarnya sudah memberikan jalan sebagai mediasi untuk kebaikan olahraga Sumbar. Tetapi tak terlaksana sebagaimana harapan KONI Pusat. Ini juga disesali Eman Sanusi sebagai Ketua Bidang Organisasi KONI Pusat.

"Itulah yang tengah kami perbincangkan. Sementara kami hanya menunggu kepastian dari daerah. Karena kami tak berhak juga meng-intervensi internal KONI Sumbar," jelas Eman.

Eman juga menyarankan harus ada campur tangan penguasa di daerah untuk menyelamatkan prestasi olahraga Sumatera Barat. NAmun tentu dengan adanya sikap kebersamaan dan menghilangkan ego sentris masing-masing.

Kalau mediasi KONI pusat sudah mentok, mediasi pemerintah propinsi juga tak mempan, satu-satunya ajalan adalah gerakan para pengurus induk olahraga yang menjadi anggota KONI Sumbar. Karena secara langus yang paling dirugikan dalam hal ini adalah cabor.

Kini saatnya para pengurus cabor, baik yang memilih Roni Pahlawan sebagai Ketua KONI amupun yang tak memilih Roni, untuk melakukan "revolusi" guna menuntut hak kita sebagai objek yang paling dirugikan.

Karena sangat memungkin kala cabor yang bergerak untuk bisa disikapi KONI pusat. Bisa saja pengurus cabor meminta KONI pusat untuk meninjau ulang SK tentang kepengurusan KONI Sumbar pimpinan Roni. Atau meminta ulang Musprov Olahraga Sumbar, melalui Carataker bentukan KONI Pusat. 

Tapi sebaiknya ini opsi terakhir. Karena waktu sudah tak ada untuk melakukan semua itu. Januari 2023 sudah dekat. Saatnya kita memikirkan dan menyiapkan Pra PON dan Porwil. Tetapi siap yang akan melakukan semua itu.

Kembali tanya hati nurani kita masing-masing. Masihkan kita cinta dengan olahraga Sumatera Barat? 

Menjadi pengurus KONI bukanlah jabatan abadi. Ada saatnya kita berkuasa dan memberikan kejayaan. Ada masanya pula saat kita mengambil hikmah. 

Menyelamatkan olahraga Sumbar adalah pilihan nomor satu. Abaikan pilihan untuk berkuasa, tetapi membawa kehancuran yang akan dikenang sebagai sejarah menyakitkan. 

Mari kita memilih jalan yang elegan, biar sejarah juga mencatat sebagai sejarah yang membawa prestasi dan kebahagiaan. (**)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update