Bukittinggi, Rakyatterkini.com – Seekor bayi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) jantan yang baru lahir di Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMSBK), Bukittinggi, dilaporkan mati pada hari keenam setelah kelahirannya. Kematian ini kembali menimbulkan dugaan adanya kelainan genetik pada induknya, Yani.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi sekaligus Ketua Tim Dokter TMSBK, Rofie Hendria, membenarkan kabar tersebut. Ia menyatakan bahwa bayi harimau tersebut meninggal pada Selasa (1/7).
“Anak harimau ini meninggal akibat kurangnya asupan nutrisi karena tidak mendapat air susu dari induknya. Selain itu, ada dugaan kuat bahwa faktor genetik juga berperan, mengingat ini adalah kegagalan ketiga Yani dalam mempertahankan anaknya,” ujar Rofie pada Rabu (2/7).
Menurutnya, dua kelahiran sebelumnya juga mengalami nasib serupa. Bayi pertama lahir dalam kondisi mati (stillbirth), sementara anak kedua yang lahir pada Agustus 2024 meninggal dunia setelah tiga hari.
Hasil evaluasi bersama tim dokter dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menunjukkan adanya kemungkinan perkawinan sedarah (inbreeding) dalam garis keturunan Yani. “Kami tidak menemukan silsilah lengkap induk Yani hingga generasi awal (F0), hanya sampai generasi F4. Ini menunjukkan potensi inbreeding di generasi sebelumnya,” jelas Rofie.
Riwayat buruk juga ditemukan pada induk Yani, seekor harimau bernama Sean, yang diketahui gagal mempertahankan keturunannya dalam beberapa program pengembangbiakan.
Berbeda dengan Yani, harimau betina lain di TMSBK bernama Bancah berhasil melahirkan dua anak harimau yang sehat. Keduanya bahkan sempat mendapatkan nama langsung dari Menteri Kehutanan dan Ketua Komisi IV DPR RI dalam kunjungan sebelumnya.
Rofie menegaskan bahwa pihak TMSBK telah menjalankan seluruh prosedur perawatan satwa sesuai standar operasional yang berlaku.
“Saat ini, TMSBK memiliki 13 individu Harimau Sumatra, termasuk satu ekor titipan dari BKSDA yang sebelumnya diselamatkan dari jerat di wilayah Agam. Dengan jumlah tersebut, TMSBK menjadi salah satu lembaga konservasi dengan populasi harimau Sumatra terbanyak di Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa TMSBK telah memiliki Rencana Kerja Pengelolaan (RKP) konservasi tingkat nasional, yang memungkinkan adanya kolaborasi antara pemerintah daerah dan lembaga konservasi lain dalam upaya pertukaran satwa untuk mendukung pelestarian spesies langka tersebut.(da*)