Jakarta, Rakyatterkini.com – Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengajukan permohonan kekebalan hukum selama masa jabatannya, namun permintaan tersebut ditolak oleh Pengadilan Tinggi. Permohonan ini diajukan dalam kaitannya dengan gugatan perdata atas dugaan pelecehan seksual yang dialamatkan kepadanya.
Dengan penolakan tersebut, proses persidangan kasus tersebut akan kembali digelar pada 16 Juni mendatang.
Pengadilan Tinggi juga menolak upaya Anwar untuk mengajukan delapan pertanyaan konstitusional ke Mahkamah Federal. Hakim Roz Mawar Rozain menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak cukup mendasar untuk dirujuk ke tingkat konstitusi, sehingga perkara dapat dilanjutkan melalui jalur hukum perdata biasa.
“Dari sudut pandang yudisial, isu-isu yang diajukan tidak memenuhi ambang batas yang dibutuhkan untuk dianggap sebagai kontroversi konstitusional sejati,” ujar Roz, dikutip dari *The Straits Times*, Kamis (5/6/2025).
Ia menegaskan bahwa tidak ada kekebalan hukum yang secara konstitusional diberikan kepada seorang perdana menteri dalam menjalankan urusan pribadi yang terjadi sebelum ia menjabat.
Menanggapi keputusan tersebut, Anwar menyatakan bahwa permohonan yang diajukannya bukanlah bentuk upaya pribadi untuk menghindari proses hukum. Ia menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil demi menjaga integritas sistem pemerintahan dan untuk memastikan bahwa jabatan tinggi negara terlindungi dari potensi penyalahgunaan proses hukum yang bermotif politis atau berniat mengganggu stabilitas kelembagaan.
Gugatan ini dilayangkan oleh mantan asistennya, Muhammed Yusoff Rawther, atas dugaan insiden yang terjadi pada tahun 2018 — jauh sebelum Anwar menjabat sebagai perdana menteri pada November 2022.
Yusoff, yang kini berusia 31 tahun, mengaku mengalami trauma fisik, psikologis, dan sosial akibat peristiwa tersebut.
Anwar dengan tegas membantah tuduhan itu dan menyebutnya sebagai upaya yang dibuat-buat untuk merusak reputasinya.
Tim kuasa hukum Anwar menyatakan bahwa gugatan perdata terhadap seorang perdana menteri yang sedang aktif menjabat dapat menghambat tugas-tugas konstitusionalnya dan berpotensi merusak fungsi eksekutif. Mereka mengutip sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar, termasuk Pasal 5, 8, 39, 40, dan 43, untuk menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi jabatan eksekutif tertinggi.
Menurut mereka, pasal-pasal tersebut seharusnya diuji terlebih dahulu oleh Mahkamah Federal sebelum persidangan terhadap gugatan yang diajukan oleh Yusoff dilanjutkan.
Permohonan kekebalan tersebut disampaikan oleh Anwar pada 23 Mei, dengan harapan agar Pengadilan Tinggi yang menangani perkara ini dapat mempertimbangkan untuk mengajukan delapan pertanyaan hukum ke Mahkamah Federal.(da*)