Jakarta, Rakyatterkini.com – Kebutuhan akan kepastian hukum atas kepemilikan tempat tinggal kian meningkat seiring pesatnya pembangunan kawasan perumahan, baik di pusat kota maupun wilayah penyangga.
Dalam sistem pertanahan nasional, kepemilikan rumah umumnya dibedakan menjadi dua bentuk alas hak: Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHM memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan tanpa batas waktu, sementara SHGB memberikan hak membangun dan menggunakan lahan yang dimiliki negara atau pihak lain untuk jangka waktu tertentu.
Meskipun demikian, pemilik rumah dengan status SHGB tetap memiliki peluang untuk mengubah haknya menjadi SHM, yang memberi kepemilikan yang lebih kuat dan permanen. Proses perubahan status ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pun telah menyediakan panduan lengkap bagi masyarakat yang ingin melakukan perubahan status hak tanah tersebut.
Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menyampaikan bahwa masyarakat kini dapat memperoleh informasi terkait proses perubahan dari SHGB ke SHM melalui aplikasi digital “Sentuh Tanahku”.
"Di era digital ini, masyarakat tidak perlu repot. Semua informasi terkait layanan pertanahan, termasuk perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik, tersedia secara lengkap di aplikasi Sentuh Tanahku," ujar Harison pada Senin (16/6/2025) di Jakarta.
Untuk mengakses informasi tersebut, pengguna cukup membuka aplikasi dan memilih menu “Informasi Layanan”, lalu masuk ke sub-menu “Perubahan Hak” dan memilih opsi “Perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik atas sebidang tanah yang merupakan rumah tinggal”.
Beberapa dokumen yang harus disiapkan dalam pengajuan perubahan hak ini antara lain:
* Formulir permohonan yang diisi lengkap dan dibubuhi materai
* Surat kuasa (bila diwakilkan)
* Fotokopi KTP dan KK pemohon/kuasa yang telah dicocokkan
* Surat persetujuan dari kreditur (bila tanah masih menjadi agunan)
* Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan
* Bukti pembayaran pemasukan (saat pendaftaran hak)
* Sertifikat tanah (SHGB, SHM, atau Hak Pakai)
* IMB atau surat keterangan kepala desa/lurah untuk rumah tinggal sampai 600 m²
Selain itu, pemohon juga diminta melampirkan surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam sengketa, bukti penguasaan fisik, serta data lengkap mengenai identitas, letak, luas, dan peruntukan tanah yang dimohonkan.
Dengan proses yang kini lebih mudah, terbuka, dan dapat diakses secara digital, pemerintah berharap masyarakat semakin terdorong untuk mengurus peningkatan status hak atas rumah tinggal mereka demi kepastian hukum dan perlindungan jangka panjang.(da*)